9 - "Jangan Sedih"

By feranlestari - January 10, 2020


Sering Ibu mendengar pesan 'jangan sedih'. Kadang Ibu juga mengucapkannya. Seakan manusia bisa kontrol rasa dengan tombol mati dan nyala.
-- Marcella FP


Tak ada yang salah dengan bersedih. Tapi semua orang tahu bahwa hidup itu berat, makanya kita sering menahan perasaan sendiri. Kalau tidak kuat menahan sedih, mana sanggup melewati rintangan hidup? Kalau lembek, mana bisa menghadapi kerasnya hidup di dunia? Kalau lemah, apa iya mau hidup ditopang orang lain? Iya kalau ada yang mau menopang, kalau nggak ada?

Seperti hal yang selalu aku tekankan pada diriku sendiri, I will never be strong unless I pretend to be.

Betul, aku masih memegang teguh prinsip itu sampai detik ini. Hanya saja, merasakan sedih adalah fitrah manusia. Manusia memiliki intelegensi yang lebih dari makhluk lain karena memiliki akal dan nafsu. Dan memiliki perasaan adalah konsekuensi dari kelebihan manusia itu sendiri.

Menempatkan sesuatu pada tempatnya, itulah adil. Lantas, kenapa kita bersikap tidak adil dengan terus menerus memendam perasaan, saat pada fitrahnya manusia memiliki perasaan?

Semua ada porsinya. Kita, termasuk aku, harus belajar mengolah perasaan. Tidak semua perasaan harus dinyatakan, tapi tentu tidak semua harus dipendam. Belajar jujur pada diri sendiri adalah salah satu cara berdamai dengan diri sendiri dan orang lain.

Manusia bukan cenayang. Aku tahu. Kamu tahu. Kita semua tahu. Bagaimana mau saling membantu kalau apa yang membuat hati tak tenang tak diutarakan?

Maka, jadilah pendengar yang baik, pun jadilah pembicara yang baik. Agar telinga dan mulut kita bisa saling berbagi rasa, sebuah konsep subsidi silang agar sama sama bahagia.

Manusia bukan saklar, yang bisa diatur mati nyala perasaannya. Perasaan manusia  itu seperti energi. Tidak bisa diciptakan dan dimusnahkan, tetapi ia berubah dari satu rasa ke rasa lainnya.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments