Hai, tulisan ini telat sehari, tapi
tak apa, baru ingin menulis sekarang.
Sosial media. Ia adalah koin. Sangat
mudah dibolak-balikkan. Pun seperti koin, ia bisa digunakan sesuai fungsinya,
atau bahkan dipakai untuk kerokan. Sosial media pada akhirnya membuat manusia
merasa ketagihan, entah dalam aspek apapun. Aku pun begitu. Ada waktu dimana
aku tidak bisa tidak membuka situs facebook dalam sehari. Atau ketika aku tidak
bisa tidak membuka aplikasi twitter dan instagram. Lebih lebih ketika
keranjingan nonton youtube. Ya, sosial media ibarat narkoba. Sekali ketagihan,
kemudian sulit berhenti.
Fenomena-fenomena itu kini telah
usai, seiring dengan kesibukan. Saat ini buka facebook tidak lebih penting
dibandingkan istirahat yang cukup. Mungkin ini juga efek aku yang mengenal
internet hanya sejak SMP. See? Periode puber bersamaan dengan maraknya
perkembangan dan kemudahan internet. Poinku, mungkin ketika awal pubertas, aku
masih gaptek dan tidak terlalu mengerti mengoperasikan hp, komputer, dll. Tapi seiring
bertambahnya ilmu penyerapan teknologi, aku pun semakin lebih mengerti
bagaimana lebih bijak menggunakan teknologi itu sendiri. Intinya karena aku
sudah cukup gede ketika mulai mengenal sosial media, setidaknya aku cukup lurus
menggunakannya.
Kemudian aku berkaca pada
adik-adikku yang terlalu dini mengenal teknologi dan sosial media. Mereka masih
cukup polos untuk mengerti bahwa sosial media itu tidak hanya berisi emas dan
harta karun, tapi juga sampah berserakan. Dan ya, kita tidak bisa mengawasi seacara penuh pemakaian internet mereka. Apa yang mereka lakukan selama menggunakan
internet dan sosial media. Ibarat kata, hacker dan developer berjalan
beriringan, siapa yang lebih cepat menyerap teknologi, dia yang akan menang.
Siapakah hacker dan developer
disini? Hacker adalah kita, si pengguna sosial media, dan developer adalah
pengawas kita, contohnya orangtua. Siapa yang lebih melek teknologi, dia yang
akan dikibulin. Orangtua bisa melarang anak-anak membawa hp ke sekolah, tapi
bukan berarti si anak tidak bisa mengakses sosial media di sekolah. Bagaimanapun
caranya, akan selalu ada cara bagi maling, untuk masuk ke rumah targetnya. *Maaf
bila perumpaamaan ini kurang pas.*
Poinnya adalah, bukan melarang anak
untuk tahu bagaimana keadaan sosial media dan mengeksplorasi penggunaan
internet, tetapi membekali anak bagaimana caranya menggunakan
teknologi-teknnologi tersebut dengan bijak. Yang justru jadi pertanyaan adalah, bagaimana
menanamkannya pada anak berusia lima tahun yang juga keranjingan internet,
karena setiap hari melihat ayah bundanya memegang hp untuk membuka aplikasi facebook?
#357kata
0 comments