Sosial Media

By feranlestari - July 19, 2018


Hai, tulisan ini telat sehari, tapi tak apa, baru ingin menulis sekarang.

Sosial media. Ia adalah koin. Sangat mudah dibolak-balikkan. Pun seperti koin, ia bisa digunakan sesuai fungsinya, atau bahkan dipakai untuk kerokan. Sosial media pada akhirnya membuat manusia merasa ketagihan, entah dalam aspek apapun. Aku pun begitu. Ada waktu dimana aku tidak bisa tidak membuka situs facebook dalam sehari. Atau ketika aku tidak bisa tidak membuka aplikasi twitter dan instagram. Lebih lebih ketika keranjingan nonton youtube. Ya, sosial media ibarat narkoba. Sekali ketagihan, kemudian sulit berhenti.

Fenomena-fenomena itu kini telah usai, seiring dengan kesibukan. Saat ini buka facebook tidak lebih penting dibandingkan istirahat yang cukup. Mungkin ini juga efek aku yang mengenal internet hanya sejak SMP. See? Periode puber bersamaan dengan maraknya perkembangan dan kemudahan internet. Poinku, mungkin ketika awal pubertas, aku masih gaptek dan tidak terlalu mengerti mengoperasikan hp, komputer, dll. Tapi seiring bertambahnya ilmu penyerapan teknologi, aku pun semakin lebih mengerti bagaimana lebih bijak menggunakan teknologi itu sendiri. Intinya karena aku sudah cukup gede ketika mulai mengenal sosial media, setidaknya aku cukup lurus menggunakannya.

Kemudian aku berkaca pada adik-adikku yang terlalu dini mengenal teknologi dan sosial media. Mereka masih cukup polos untuk mengerti bahwa sosial media itu tidak hanya berisi emas dan harta karun, tapi juga sampah berserakan. Dan ya, kita tidak bisa mengawasi seacara penuh pemakaian internet mereka. Apa yang mereka lakukan selama menggunakan internet dan sosial media. Ibarat kata, hacker dan developer berjalan beriringan, siapa yang lebih cepat menyerap teknologi, dia yang akan menang.

Siapakah hacker dan developer disini? Hacker adalah kita, si pengguna sosial media, dan developer adalah pengawas kita, contohnya orangtua. Siapa yang lebih melek teknologi, dia yang akan dikibulin. Orangtua bisa melarang anak-anak membawa hp ke sekolah, tapi bukan berarti si anak tidak bisa mengakses sosial media di sekolah. Bagaimanapun caranya, akan selalu ada cara bagi maling, untuk masuk ke rumah targetnya. *Maaf bila perumpaamaan ini kurang pas.*

Poinnya adalah, bukan melarang anak untuk tahu bagaimana keadaan sosial media dan mengeksplorasi penggunaan internet, tetapi membekali anak bagaimana caranya menggunakan teknologi-teknnologi tersebut dengan bijak. Yang justru jadi pertanyaan adalah, bagaimana menanamkannya pada anak berusia lima tahun yang juga keranjingan internet, karena setiap hari melihat ayah bundanya memegang hp untuk membuka aplikasi facebook?

#357kata

  • Share:

You Might Also Like

0 comments