Kenangan TK dan SD

By feranlestari - July 20, 2018


Pernahkah kamu mengingatnya? Apa saja yang sudah terjadi di hidupmu?
Saat ini aku ingin mengingatnya.

Dulu, sewaktu TK, aku dan anak-anak TK lainnya, -aku tidak menyebutnya teman, karena aku betul-betul tidak ingat apakah aku punya teman ketika itu-, selalu mengantre untuk main ayunan bergantian. Ayunan memang selalu jadi mainan favorit kami. Rasanya seperti melayang. Di lain waktu, suatu hari sepupuku sudah pulang sedangkan aku masih menunggu ayah menjemputku. Mungkin karena bosan, saat itu aku bermain perosotan. Perosotan itu terbuat dari besi. Entah bermula darimana, tapi ketika aku sadar, kakiku sudah terjebak di celah antara pegangan besi dan alas perosotan. Saat itu posisiku sudah setengah jalan merosot. Tak pelak, tanganku berpegangan pada pegangan perosotan, menahan agar tubuhku tidak merosot semakin bawah, karena jika itu terjadi, otot kakiku akan tertarik dan rasanya akan sangat sakit.

Di lain waktu, aku dan sepupuku pulang sekolah TK dan kami akan pulang ke rumah Mbah. Sebelum ke rumah Mbah, kami membeli mainan ‘baju-bajuan'. Saat itu tahun 1999 atau 2000, dan kami membelinya seharga Rp.1000,00. Aku dan sepupuku kemudian memainkannya di rumah Mbah. Ketika ayah datang menjemputku, beliau tidak habis pikir kenapa kami membeli mainan itu, terlebih dengan sejumlah uang yang seharusnya bisa membeli satu porsi makan besar untuk ukuran anak TK.

Tebak apa yang terjadi.

Esoknya aku tidak sekolah lagi. Tidak, hingga akhirnya aku masuk kelas 1 SD. Sampai saat ini, hanya aku yang tidak punya foto selama TK. Tak apa, aku tak merasa aku kekurangan hanya karena tak lulus TK.

Memasuki kehidupan SD, setiap tahun rasanya punya momennya sendiri-sendiri.

Kelas 1 SD, aku ingat aku pernah bermain di area tiang bendera. Ingin makan, tapi uang jajanku habis. Ketika itu kakaku menghampiriku, memberiku uang beberapa ratus rupiah sehingga aku bisa jajan kembali. Sungguh, dialah pahlawanku saat itu, dan tak perlu diragukan lagi betapa sayangnya aku padanya.

Kelas 2 SD, ketika tes perkalian, tanganku selalu di belakang badan. Aku tak begitu hafal perkalian, tapi aku mampu berhitung. Jadi, ketika tes perkalian, jariku di belakang menghitung penjumlahan berkali-kali. Toh, perkalian adalah penjumlahan berulang kan? Ketika tahun kelas 2 SD pula, temanku terdorong ke arah papan tulis, kemudian pelipisnya berdarah terkena paku. Rasanya ngilu melihatnya.

Kelas 3 SD, saat kami mulai belajar Bahasa Arab dan Kemuhammadiyahan, murid kelas A dan B seringkali harus digabung dalam satu kelas. Rasanya sesak karena terlalu banyak orang dalam satu ruangan. Tapi rasanya kelas 3 SD kami sudah mulai berteman baik dan sering main Bersama di depan kelas. Bermain galah ulung dan galah asin.

Kelas 4 SD, kami mulai mengikuti pramuka. Hari pertama pramuka diawali dengan menyanyikan lagu Peterpan di kelas, Ada Apa Denganmu. Saat itu aku benar-benar clueless. Maklum, aku adalah anak rumahan yang jarang sekali mendengarkan lagu-lagu. Entah saat itu aku bermain apa saja. Saat pramuka, aku baru mengerti tata cara PBB setelah terpilih menjadi anggota PU, Pasukan Umum. Selama pramuka juga, aku sama sekali tidak mengerti semaphore. Suatu ketika, Pembina pramuka hanya memperbolehkan kami pulang jika berhasil menebak sandi semaphore yang ia peragakan. Adikku sudah menunggu di pintu (pintunya terbuka), tapi aku masih belum berhasil menebak. Sampai akhirnya di percobaan terakhir, aku masih gagal dan pembina pun mengijinkan kami pulang karena sudah terlalu siang. Kata yang seharusnya kami tebak adalah, “Fadi”, nama adikku. Sepanjang jalan pulang, karena kami searah jalan pulang, kakak pembina menggodaku terus-menerus karena gagal menebak nama adikku sendiri.

Kelas 5 SD, aku ingat sekali ketika pelajaran Pendidikan Agama Islam dan belajar gerakan sholat, kakiku rasanya sakit sekali jika sedang duduk tahiyat. Kentara sekali dulu aku jarang sholat. Kelas 4 ini, kami sudah terbiasa dengan jadwal piket. Bagi kami, jadwal piket bukan sekadar menyapu dan mengepel, tapi juga menangani pembuangan air yang mampet. Aku berumur 9 tahun, dan rasanya sangat tidak jijik ketika tanganku membersihkan penutup lubang dari kotoran semacam kertas kotor basah ataupun sampah lainnya.

Kelas 6 SD, kelas kami ada di gedung baru yang bahkan belum jadi seutuhnya. Aku dan teman-temanku seringkali naik ke lantai dua tak beratap, kemudian duduk di pinggir bangunan. Kaki kami mengayun merasakan angina, seolah duduk di atap gedung sekolah seperti sekolah-sekolah di Jepang. Aku ingat ketika hari Ujian Akhir Sekolah, kami disana menghafal nama-nama Pahlawan Revolusi. Ada sepuluh orang. Hari itu ujian IPS, dan salah satu essaynya tepat tentang menyebutkan nama-nama Pahlawan Revolusi. Saat itu, aku tulis seluruh nama lengkap kesepuluh orang itu. Bahagia sekali rasanya.

Tak terasa, tulisan ini jadi panjang sekali. Masih banyak momen SD yang sangat berkesan, mungkin lain kali akan kuceritakan lagi ya. Bye


#740kata

  • Share:

You Might Also Like

0 comments