Candu Toksik

By feranlestari - July 06, 2018

Candu itu bukan sekadar tentang hobi. Aku suka bulutangkis. Bagiku bulutangkis adalah salah satu canduku. Biarlah ia jadi candu, karena aku butuh bahagia.

Candu bukan sebatas madu. Ia tak selalu manis, tapi juga kadang pahit. Terkadang pekat, juga cair. Satu hal yang selalu ada dalam candu, kadarnya sulit dikurangi. Begitu mudahnya bertambah.

Candu itu meliputi sikap. Maka itu candu mampu berakhir toksik. Candu berujung sendu.

Di bawah terang bulan saat ini, candu itu mewujudkan diri melalui bibir, tercermin dalam ucapan. Candu. Ia membuat lidah tak kunjung puas sebelum komentar usai terlisankan. Kebebasan berpendapat? Tentu.

Karena jika aku melarang, negara akan memenjarakanku, maka ikuti sajalah.

Tapi manusia adalah koloni. Kita bukan sekadar individu yang bersama. Tapi lebih dari itu, manusia adalah kumpulan individu yang bersatu. Kebebasan satu individu berbatasan dengan individu lainnya.

Lantas mengapa candu itu hadir dalam ucapan? Berwujud sebagai respon terhadap segala hal yang terlaksana oleh orang lain. Bahkan hal yang kecil dan remeh. Candu lisan yang kemudian menular kepada candu-candu lainnya.

Candu nyinyir yang kemudian membuka tabir candu rendah diri. Candu bak efek domino. Berputar dalam lingkaran setan, membentuk masyarakat sakit. Saling menyakiti.

Candu adalah efek domino. Maka dalam kasus efek domino manakah ada kartu yang tetap berdiri?

Tak pernah ada. Semuanya jatuh tak bersisa.

Jatuh dan lelah. Terkait perasaan, hati manusia tercabik meninggalkan bekas luka. Meski sembuh, tapi ia meninggalkan meninggalkan noda.

Mengapa candu itu ada? Terlebih terucap melalui lisan? Sungguh lidak tak bertulang. Meski tak bertulang, mengapa tertampar olehnya terasa amat sakit? Lebih sakit dibandingkan dipukul dengan tangan.

Candu yang kemudian menyulut api dalam hati, kemudian membakar diri ini perlahan. Kematian dengan rasa sakit yang hakiki. Pembunuhan berencana. Bolehkah aku memperkarakan dalam persidangan? Aku sungguh mengharapkan jawaban 'ya'.

Candu toksik yang berujung sakit perlahan dan luar biasa.

Mengapa candu itu ada? Mengapa ia terwujud dalam lisan manusia?

#301kata

  • Share:

You Might Also Like

1 comments

  1. secara isi, aku ngak ngerti ini. mungkin kurang ekplorasi ya, semacam terlalu padat jadinya seret di kerongkongan. mungkin. buatku sih ini, hehe. di KBBI Daring adanya 'toksin'. terlepas dari aku ngak nangkep banget ini, bagaimana kalau kalimat2 suara hati itu, dituliskannya pakai tanda petik saja. macam penulisan dialog. atau ditaruh di tengah. atau apa gitu, pakek pembeda lain. asik tuh kayanya, jadi penegas. lalu, menurutku kalau yang kalimat penutupnya diringkas menjadi, mengapa candu bahkan dapat mewujud dalam lisan manusia. gemas kalik yah. tapi masih terasa ngak sip jugak *ini usul kok ya kek ngak niat* :D

    ReplyDelete