Antologi Rasa

By feranlestari - December 06, 2017

Gue rada bingung menjelaskan how this story booked my whole afternoon today. Tidak henti hentinya gue baca cuma demi menantikan akhir kisah si Key ini. Nggak penting banget emang. Mungkin lo bakal mikir I wasted my afternoon for nothing.

Yah setidaknya dengan baca ini, gue bisa lebih terbiasa dengan omongan kasual ala Jakarta kali ya? Atau nambah kosakata baru buat dipraktekin di kantor? Mungkin setelah ini, ketika gue mendengar PK, gue gaakan otomatis mikir ke primary key lagi.

Back to the point, walaupun gantung, setidaknya gue bernapas lega that Keara pada akhirnya tidak bersama Ruly. I know maybe Ruly is, ya, cowok baik baik kali ya (walaupun definisi cowok baik baik versi gue adalah tidak merokok, in the first place). Tapi gue lebih suka tipe cowok yang selalu ada dan nemenin lo either ketika lo happy or even when shit happened in the very wrong time (walaupun nyatanya gue nggak punya besties cowok layaknya Risjad. I prefer husband than besties ya. ga penting banget buat gue punya besties macem Risjad). Maka dari itu gue suka karakternya Tae Kwang di School 2015. Noone compared to someone yang available selalu ada buat lo kan?

Kenapa gue lebih memilih Risjad over Walantaga? Simply karena gue pikir si Key ini sangat tidak adil dalam hal overcoming problem with Risjad. Risjad is doing wrong, of course. But wth you Keara that you kick Risjad out of your life, rather than trying to fix the mess you guys made, using your so-brilliant-brain, huh? Not to mention that being in relationship with Ruly just makes everything worse. See? one-sided-love is much better than being stucked with the person you know he/she won't love you even just for second.

Sejujurnya, gue gatau harus mengakhiri cerita ini dengan apa, so, bye! Pardon my not-so-good English and not-so-my-writing-style, I just try copying how Ika Natassa writes this story.

Jakarta, 25 November 2017

  • Share:

You Might Also Like

0 comments