Salah satu orang yang bikin aku kuat menjalani hidup adalah: BUNDA. Kakakku satu ini, yang kadang jadi sumber kegondokanku, tapi juga sekaligus tempat aku curhat segala-galanya.
No word can describe how grateful I am for having you in my life. People wonder how I can be so generous to you. But I will say more and more, "because why not?". I know you will too.
We love each other. We depend on each other. I am one calling away, you know that. And me too, I know I can just text you then we can share anything. I can't stay calm when you're crying. I'm not that strong. I will cry, too. But then, you're the one who will know whether I am down or not. You'll say "come. Come here. Don't cry alone. You have me". I was such a crybaby. If I could I would like to fly to Depok. Or else I want to borrow Doraemon pocket then use his door to come to Depok.
But reality hits me hard. I should stay, because I love you and your family. Cause I will not come along bringing any virus with me there.
Still, no matter what, I love you. Thank Allah, for giving me the best sister ever! Please, let us be sister in jannah too. Aamiiin
No word can describe how grateful I am for having you in my life. People wonder how I can be so generous to you. But I will say more and more, "because why not?". I know you will too.
We love each other. We depend on each other. I am one calling away, you know that. And me too, I know I can just text you then we can share anything. I can't stay calm when you're crying. I'm not that strong. I will cry, too. But then, you're the one who will know whether I am down or not. You'll say "come. Come here. Don't cry alone. You have me". I was such a crybaby. If I could I would like to fly to Depok. Or else I want to borrow Doraemon pocket then use his door to come to Depok.
But reality hits me hard. I should stay, because I love you and your family. Cause I will not come along bringing any virus with me there.
Still, no matter what, I love you. Thank Allah, for giving me the best sister ever! Please, let us be sister in jannah too. Aamiiin
I once wrote this:
So please treasure the affection I give while I do 😊. Since I will care nothing about you when you take it for granted.
Kemudian akhir-akhir ini menyadari bahwa, ya, aku sedang di fase itu. Lelah menjadi people pleaser dan lelah menjadi 'baik'. Rasanya baru kali ini benar-benar merasakan seenggan itu membalas tegur sapa orang lain.
Lelah. Benar-benar lelah.
I want to give it up. No longer people pleaser. No more about people, but me. I want to make myself happy.
I hope there will be a time when I'm proudly saying "My happiness is not depend on you, but me. Just me".
cr: Gramedia |
Judul : 1 Perempuan 14 Laki-Laki
Penulis : Djenar Maesa Ayu
Tanggal Terbit : Februari 2011
Tebal : 124 halaman
ISBN : 978-602-06-1520-2
Bahasa : Indonesia
Perlu 14 laki-laki untuk menulis buku ini dan hanya 1 perempuan untuk mengisahkannya...
"Kita bisa memesan bir, namun kita tak bisa memesan takdir."
Agus Noor
"Onggokan baju-baju kami tengah berpelukan di atas lantai."
Arya Yudistira Syuman
"Sejak Mas Gun menyandang gelar anumerta dalam urusan ranjang, ia selalu gugur sebelum berperang."
Butet Kartaredjasa
"Masih jelas benar mata-mata tanpa bola mata hitam merubuhkan patung. Membakar kampung."
Enrico Soekarno
"Tanpa hilang senyum, ia minta saya berakting di depan kamera untuk sebuah adegan mesum."
Indra Herlambang
"Kadang sunyi. Kadang ramai seperti adegan ranjang yang melibatkan borgol, topeng, dan cemeti."
JRX
"Melongo di depan buku berdebu nostalgia masa lalu kala masih berseragam putih biru. Buat gue it sucks!"
Lukman Sardi
"Sepasang jari bersayap, terbang mengitari seputar celana yang dipakai laki-laki dengan dada telanjang."
Mudji Sutrisno
"Ayu tak segan mengajak kencan duluan. Dan laki-laki tak kuasa menolak seperti kucing disodori ikan."
Nugroho Suksmanto
"Antonio tidak ingin perlahan mati. Tidak tanpa Roselyn, yang ia tahu akan berakhir sunyi."
Richard Oh
"Aku mencintaimu maka aku ada! Aku mencintaimu maka aku membunuhmu!"
Robertus Robet
"Setiap kali kita bertemu, aku menabung rindu."
Sardono W. Kusumo
"Di tangan Raditya, gitar jadi berbicara. Dan saat Raditya memetik putingnya, Prita melambung ke angkasa."
Sujiwo Tejo
"Tubuh saya seakan lumpuh saat tubuhnya menyatu ke tubuh saya seluruh dan penuh."
Totot Indrarto
Review
Konsepnya unik. Mengingatkanku pada histori serupa di 2011 silam.
Perihal isi, ini kali pertama aku membaca karya Djenar, kurasa aku sedikit kaget dengan isi yang cukup vulgar meskipun kuakui aku salut dengan gaya penceritaan Djenar dkk. Kisah yang mungkin sangat lumrah terjadi, dapat diceritakan dengan gaya lain olehnya. Cukup menarik.
Rasanya Djenar mampu menggambarkan sesuatu secara implisit tanpa mengurangi kekayaan kondisi yang ingin disampaikan. Diksinya bagus sehingga memberikan kesan vulgar yang elegan. Untuk itu, buku ini sangat tidak aku sarankan untuk anak di bawah umur ya.
Di beberapa kisah pertama, seperti yang kusebutkan tadi, aku terkagum-kagum dengan diksinya. Berikut beberapa kutipan yang kurasa cukup wow.
Untuk apa hidup jika hanya untuk memelihara luka yang dari hari ke hari semakin infeksi.
Hingga lelah saya menunggu, tak juga ada karakter yang mati dalam cerita kami. .... Hanya hati saya yang mati.
Adakah cinta pada puncaknya sebuah kematian?
Untuk beberapa orang, buku ini terkesan nanggung sebab beberapa cerita terkesan tidak selesai. Untukku sendiri, kupikir beberapa cerita memang sengaja dibuat tanpa closure, justru untuk menggambarkan ketidakyakinan dalam hidup. Yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri kan? Lebih daripada itu, hidup adalah tentang menuai apa yang kita tanam. Namun, setiap kita menuai, saat itu pula kita menanam. Jadi, bagian hidup manakah yang bisa disebut sebagai ending?
Di sisi lain, aku setuju bahwa beberapa cerita cukup membingungkan. Bukan karena tanpa closure, tapi lebih kepada aku tak sanggup mengerti makna kisahnya. Sebetulnya apa yang ingin Djenar dkk sampaikan? Meski dibuat amazed di awal buku, menjelang akhir aku dibuat kebingungan mencari makna yang saking tersiratnya tak dapat kutemukan. Cukup kusayangkan.
Sad truth in life includes there is always conditional love.
Nothing's wrong.
Still it hurts, cause I don't qualify.
Judul : Laut Bercerita
Penulis : Leila S. Chudori
Tanggal Terbit : Maret 2021
Tebal : 379 halaman
ISBN : 978-602-424-694-5
Bahasa : Indonesia
Jakarta, Maret 1998
Di sebuah senja, di sebuah rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut disergap empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, dia dibawa ke sebuah tempat yang tak dikenal. Berbulan-bulan mereka disekap, diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan disetrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting: siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.
Jakarta, Juni 1998
Keluarga Arya Wibisono, seperti biasa, pada hari Minggu sore memasak bersama, menyediakan makanan kesukaan Biru Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piring untuk dirinya, satu piring untuk sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan satu piring untuk si bungsu Asmara Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi Biru Laut tak kunjung muncul.
Jakarta, 2000
Asmara Jati, adik Biru Laut, beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin Pradana mencoba mencari jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari testimoni mereka yang kembali. Anjani, kekasih Laut, para orangtua dan istri aktivis yang hilang menuntut kejelasan tentang anggota keluarga mereka. Sementara Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi bercerita kepada kita, kepada dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.
Laut Bercerita, novel terbaru Leila S. Chudori, bertutur tentang kisah keluarga yang kehilangan, sekumpulan sahabat yang merasakan kekosongan di dada, sekelompok orang yang gemar menyiksa dan lancar berkhianat, sejumlah keluarga yang mencari kejelasan akan anaknya, dan tentang cinta yang tak akan luntur.
Review
Laut Bercerita menggambarkan kondisi Orde Baru dengan menceritakan pergerakan yang dilakukan Biru Laut bersama Winatra dan Wirasena. Mahasiswa-mahasiswa kritis yang berpikir jauh ke depan dan paham bahwa kondisi perpolitikan Indonesia saat itu sungguh sangat tidak sehat. Selalu ada perlombaan siasat antara aparat dan mahasiswa, sebab salah-salah, keesokan hari hanyalah tinggal nama.
Aku suka sekali dengan sekuens Leila bercerita. Dengan alur maju mundur yang sedemikian rupa sehingga alih-alih membingungkan, justru membuat ceritanya sangat tepat konteks. Pesan yang ingin disampaikan terasa sangat menohok sampai aku betul-betul bersyukur hidup setelah era Orde Baru.
Novel ini sejatinya mengajarkan kita untuk berempati sekaligus lebih kritis terhadap kondisi masyarakat. Leila mengajak kita untuk menghargai dan memanfaatkan kesempatan berpendapat dengan sebaik-baiknya, sebab ketika kesempatan itu kembali tiada, hancurlah hidup kita.
Penggambaran Laut dkk yang disekap, diinterogasi, dan dianiaya tentu saja bukan tanpa rujukan sejarah. Sudah rahasia umum bahwa Orde Baru menggunakan tentara untuk 'menertibkan' masyarakat. Tapi apakah kita paham rasa sakitnya? Terbayang pedihnya? Itulah yang coba dijelaskan oleh Leila dalam Laut Bercerita.
Maka akhirnya, Leila mengajak kita untuk menyadari adanya Aksi Kamisan untuk memperjuangkan penuntasan pelanggaran HAM berat. Penuntasan pelanggaran HAM, semestinya bukan jadi bahan janji politik yang hanya hangat ketika masa pemilu tiba. Seluruh presiden sejak Gusdur sampai Jokowi, sejatinya punya hutang moral, dan entah bagaimana pertanggungjawabannya di akhirat nanti. Pernahkah mereka membayangkan anak mereka dihilangkan tanpa sebab dibenarkan dan entah di mana hingga saat ini?
Laut Bercerita mencoba menggambarkan sejarah Orde Baru dengan lebih sederhana tanpa melewatkan luka-luka yang ada. Dan seperti yang Dian Sastro ucapkan dalam interviewnya, Laut Bercerita penting dibaca oleh generasi muda agar kita paham apa yang terjadi sebelumnya, sehingga kita mampu merencanakan, akan dibawa ke mana bangsa ini.
Kepada mereka yang dihilangkan dan tetap hidup selamanya.
Matilah engkau mati
Kau akan lahir berkali-kali....
cr : Goodreads |
Judul : Ikan Kecil
Penulis : Ossy Firstan
Tanggal Terbit : 2019
Tebal : 248 halaman
ISBN : 978-602-06-3332-9
Bahasa : Indonesia
Pertanyaan "kapan hamil" harus dijawab oleh pasangan suami-istri Celoisa dan Deas dengan senyuman 45 bulan. Akhirnya mereka bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan kehadiran "ikan kecil" di perut Celoisa. Namun, ternyata itu bukan akhir dari masalah kehidupan rumah tangga mereka.
Saat bayi Olei tumbuh perlahan, Loi dan Deas merasakan ada yang berbeda dari perkembangan anak mereka. Olei sulit sekali diajak berinteraksi. Sepertinya bayi itu hidup dalam dunianya sendiri. Setelah serangkaian tes dijalani Olei, vonis autis pun datang, Loi pun langsung diterjang rasa bersalah dan penyangkalan demi penyangkalan.
Ini kisah tentang "ikan" di perut yang lahir ke dunia. Tentang mendapatkan apa yang tak pernah diharapkan dan berusaha menerima apa yang tidak pernah diminta.
Sinopsis
Hidup ini, sejatinya adalah perjuangan menyelesaikan masalah. Setiap satu masalah berakhir, tentu saja masalah lain akan bermunculan. Pun begitu dengan hidup Lois. Sejak menikah, permasalahan itu adalah pertanyaan, -meski juga keinginan-, tentang memiliki anak. Selain itu, tentu saja di setiap fase kehidupan akan ada orang-orang yang bisanya hanya mencibir tanpa memberi solusi, seperti Bude Hanum.
Meski Lois akhirnya lega karena Olei akhirnya terlahir ke dunia, ternyata ada hal yang luput ia pertimbangkan sebelumnya. Kemungkinan bahwa anaknya berbeda dengan orang lain. Tentu, mungkin memang tidak semua orang terpikirkan hal itu. Tapi sayangnya kita tidak bisa memilih takdir apa yang akan terjadi di hidup kita.
Review
Tadinya aku sempat ragu membaca buku Metropop lagi, serasa kembali ke jaman SMA. Tapi, tema ceritanya sungguh relatable, akhirnya kupinjam saja bukunya di ipusnas.
Berlatar kehidupan normal Celoisa yang sudah menikah dengan Deas. Tentu saja persoalan pertama yang cukup menjadi momok adalah pertanyaan "kapan hamil?". Sejatinya, pertanyaan ini tidak akan berhenti dan akan terus berlanjut hingga ke "kapan nambah cucu?".
Setelah drama sepanjang 45 bulan, akhirnya test pack itu menunjukkan dua garis. Di tengah-tengah kebahagiaan membesarkan anak pertama, ujian selanjutnya adalah mencoba menerima anak mereka dengan sebenar-benarnya menerima. Siapkah Lois menjadi ibu dari seorang anak autis?
Novel ini menjelaskan info-info penting dengan lugas dan mudah dipahami. Pun isinya tidak terlalu mendramatisir kehidupan. Well, sedih itu normal, tapi life goes on, harus segera move on.
Banyak hal menarik diceritakan dalam novel ini. Mulai dari proses pemeriksaan hingga ditegakkannya diagnosa autis, juga macam-macam treatment untuk memaksimalkan perkembangan anak autis. Well, sebagai anak yang terlahir juga dalam keadaan berbeda, rasanya sangat relatable sampai-sampai aku bertanya pada ibuku, rasanya seperti apa saat aku terlahir.
Saking menariknya info yang dijabarkan, novel ini sukses memunculkan pertanyaan "siapkah aku/kita menjadi orang tua, menjadi ibu?". Bagi anak yang terlahir autis, lingkungan tentu akan sangat berpengaruh pada proses perkembangan mereka. Kalau ibunya saja tidak menerima kondisi mereka, lantas bagaimana mau memaksimalkan treatment, sedangkan supporting systemnya saja tidak ada?
Perlu diluruskan bahwa, setiap anak terlahir berbeda. Setiap orang memiliki keunikannya masing-masing. Lantas, kenapa terlahir autis menjadikan kita lemah mental? Pertanyaan yang jawabannya secara teoritis sangat mudah, tapi sulitnya bukan main secara praktikal.
Menurutku, buku ini sangat baik dibaca oleh para calon ibu, untuk mentrigger rasa ingin tahu tentang perkembangan anak. Anak terlahir autis atau dengan kondisi apapun, bukan berarti mereka terlahir tidak normal. Hanya memang jalan hidupnya begitu.
Maka, sudahkah kita siap menjadi ibu, dengan segala resikonya?