1 Perempuan 14 Laki-Laki

By feranlestari - August 08, 2021

 

cr: Gramedia


Judul : 1 Perempuan 14 Laki-Laki
Penulis : Djenar Maesa Ayu
Tanggal Terbit : Februari 2011
Tebal :  124 halaman
ISBN : 978-602-06-1520-2
Bahasa : Indonesia

Perlu 14 laki-laki untuk menulis buku ini dan hanya 1 perempuan untuk mengisahkannya...

"Kita bisa memesan bir, namun kita tak bisa memesan takdir."
Agus Noor

"Onggokan baju-baju kami tengah berpelukan di atas lantai."
Arya Yudistira Syuman

"Sejak Mas Gun menyandang gelar anumerta dalam urusan ranjang, ia selalu gugur sebelum berperang."
Butet Kartaredjasa

"Masih jelas benar mata-mata tanpa bola mata hitam merubuhkan patung. Membakar kampung."
Enrico Soekarno

"Tanpa hilang senyum, ia minta saya berakting di depan kamera untuk sebuah adegan mesum."
Indra Herlambang

"Kadang sunyi. Kadang ramai seperti adegan ranjang yang melibatkan borgol, topeng, dan cemeti."
JRX

"Melongo di depan buku berdebu nostalgia masa lalu kala masih berseragam putih biru. Buat gue it sucks!"
Lukman Sardi

"Sepasang jari bersayap, terbang mengitari seputar celana yang dipakai laki-laki dengan dada telanjang."
Mudji Sutrisno

"Ayu tak segan mengajak kencan duluan. Dan laki-laki tak kuasa menolak seperti kucing disodori ikan."
Nugroho Suksmanto

"Antonio tidak ingin perlahan mati. Tidak tanpa Roselyn, yang ia tahu akan berakhir sunyi."
Richard Oh

"Aku mencintaimu maka aku ada! Aku mencintaimu maka aku membunuhmu!"
Robertus Robet

"Setiap kali kita bertemu, aku menabung rindu."
Sardono W. Kusumo

"Di tangan Raditya, gitar jadi berbicara. Dan saat Raditya memetik putingnya, Prita melambung ke angkasa."
Sujiwo Tejo

"Tubuh saya seakan lumpuh saat tubuhnya menyatu ke tubuh saya seluruh dan penuh."
Totot Indrarto



Review
Konsepnya unik. Mengingatkanku pada histori serupa di 2011 silam.

Perihal isi, ini kali pertama aku membaca karya Djenar, kurasa aku sedikit kaget dengan isi yang cukup vulgar meskipun kuakui aku salut dengan gaya penceritaan Djenar dkk. Kisah yang mungkin sangat lumrah terjadi, dapat diceritakan dengan gaya lain olehnya. Cukup menarik.

Rasanya Djenar mampu menggambarkan sesuatu secara implisit tanpa mengurangi kekayaan kondisi yang ingin disampaikan. Diksinya bagus sehingga memberikan kesan vulgar yang elegan. Untuk itu, buku ini sangat tidak aku sarankan untuk anak di bawah umur ya.

Di beberapa kisah pertama, seperti yang kusebutkan tadi, aku terkagum-kagum dengan diksinya. Berikut beberapa kutipan yang kurasa cukup wow.


Untuk apa hidup jika hanya untuk memelihara luka yang dari hari ke hari semakin infeksi.

Hingga lelah saya menunggu, tak juga ada karakter yang mati dalam cerita kami. .... Hanya hati saya yang mati.

Adakah cinta pada puncaknya sebuah kematian?

Untuk beberapa orang, buku ini terkesan nanggung sebab beberapa cerita terkesan tidak selesai. Untukku sendiri, kupikir beberapa cerita memang sengaja dibuat tanpa closure, justru untuk menggambarkan ketidakyakinan dalam hidup. Yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri kan? Lebih daripada itu, hidup adalah tentang menuai apa yang kita tanam. Namun, setiap kita menuai, saat itu pula kita menanam. Jadi, bagian hidup manakah yang bisa disebut sebagai ending?

Di sisi lain, aku setuju bahwa beberapa cerita cukup membingungkan. Bukan karena tanpa closure, tapi lebih kepada aku tak sanggup mengerti makna kisahnya. Sebetulnya apa yang ingin Djenar dkk sampaikan? Meski dibuat amazed di awal buku, menjelang akhir aku dibuat kebingungan mencari makna yang saking tersiratnya tak dapat kutemukan. Cukup kusayangkan.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments