Selamanya disini. Sendiri
Aku ya aku
Aku dengan keburukanku
Yang amat memuakkan di matamu
Aku dengan kehinaanku ini
Aku dengan kotornya diriku
Aku tahu. Aku bukan kamu
Kamu yang sangat indah
Kamu yang terlalu berkilau bak mutiara
Kamu yang orang lihat selalu baik
Kamu yang selalu dipuja puja kaum hawa dan adam
Kamu yang punya segalanya
Kamu yang hanya memikirkan dirimu
Kamu yang hanya menjunjung tinggi egomu
Kamu yang sedemikian hingga aku merasa kalah darinya
Kamu yang selamanya disanjung orang
Aku memang tak sebaik kamu
Tapi aku tak mau jadi munafik
Tidak. Tidak sepertimu
Aku ya aku
Aku dengan keburukanku
Yang amat memuakkan di matamu
Aku dengan kehinaanku ini
Aku dengan kotornya diriku
Aku tahu. Aku bukan kamu
Kamu yang sangat indah
Kamu yang terlalu berkilau bak mutiara
Kamu yang orang lihat selalu baik
Kamu yang selalu dipuja puja kaum hawa dan adam
Kamu yang punya segalanya
Kamu yang hanya memikirkan dirimu
Kamu yang hanya menjunjung tinggi egomu
Kamu yang sedemikian hingga aku merasa kalah darinya
Kamu yang selamanya disanjung orang
Aku memang tak sebaik kamu
Tapi aku tak mau jadi munafik
Tidak. Tidak sepertimu
Di kalangan pelajar, olimpiade sains sangat menarik
untuk dibahas. Menjuarai olimpiade sains bagi pelajar bersifat prestisius
seperti halnya para atlet menjuarai Olimpiade London 2012. Untuk itu, buku
panduan olimpiade tentu memiliki daya tarik tersendiri.
Salah satunya adalah buku panduan olimpiade matematika
oleh Muslihun dan Suci Zulaikha Hildayani, yang diterbitkan oleh PT Grasindo Jakarta
pada 2013 lalu, berjudul ‘SUJU Sukses Juara Olimpiade Matematika SMA/MA
Nasional dan Internasional’ yang cukup menarik perhatian, baik dari segi visual
maupun konten.
Secara visual, desainer cukup lihai dalam memainkan
paduan warna untuk menonjolkan suku kata ‘SUJU’. Seperti diketahui, remaja
Indonesia kini tengah digandrungi oleh pesona para penyanyi Korea, salah
satunya Super Junior alias Suju. Namun, mengabaikan fenomena tersebut, kata
‘Suju’ dibuat dalam warna merah dengan cover berwarna putih seolah-olah ingin
menekankan bahwa pelajar harus berprestasi atas nama Merah Putih Indonesia.
Secara konten, buku setebal 407 halaman tersebut
bertujuan untuk membantu para siswa SMA/MA dalam memahami dan menyelesaikan
soal-soal olimpiade matematika tingkat nasional maupun internasional.
Buku ini menguraikan sedikit materi dasar dan lanjutan
yang penting sebagai bekal mengikuti olimpiade matematika. Materi tersebut
dipaparkan secara singkat dan padat tanpa pembuktian yang lengkap sehingga akan
cukup menyulitkan para pembaca yang awam mengenai suatu teori matematika
tertentu, seperti teori Algoritma Euclide ataupun teori Pigeon Hole Principle. Untuk itu, akan lebih bermanfaat apabila
pembaca telah memiliki dasar keilmuan yang cukup mengenai teori matematika
sebelum membaca buku ini.
Selain itu,
buku Sukses Juara Olimpiade Matematika ini juga memuat pembahasan berbagai soal
yang sering muncul di ajang olimpiade matematika, seperti Olimpiade Sains
Nasional (OSN) dan Olimpiade Matematika Internasional (IMO), serta olimpiade
matematika internasional lainnya.
Pemahaman matematika amat dipengaruhi oleh cara
berpikir. Seringkali pelajar berpikiran bahwa matematika hanya sekedar
menghitung. Sejatinya, matematika membentuk pola pikir yang cerdas dan runtut
dalam menyelesaikan masalah. Apabila pola pikir yang terbentuk telah sesuai,
seluruh soal olimpiade akan mudah diselesaikan.
Untuk itu, dalam menyelesaikan soal-soal olimpiade
matematika, diperlukan kemampuan memanipulasi soal-soal yang terlihat sulit
menjadi permasalahan yang lebih sederhana. Dalam buku Sukses Juara Olimpiade
Matematika ini, solusi soal-soal olimpiade dibuat serunut mungkin, sehingga
pembaca dapat mengerti dan mengikuti cara berpikir dari setiap langkah
penyelesaian suatu masalah.
Dalam menguraikan penjabaran solusi soal olimpiade,
sama dengan buku sejenis lainnya, buku ini menawarkan ide-ide praktis dan cepat
dalam menjabarkan penyelesaian suatu masalah dengan tetap mengacu pada teori
dan kaidah matematika yang ada.
Satu hal yang menarik dari buku Sukses Juara Olimpiade
Matematika ini adalah dimuatnya soal-soal olimpiade matematika di negara
Kanada, China, Korea, Amerika, dan Vietnam. Muslihun dan Suci Zulaikha
Hildayani tentu cukup cerdik dalam memilih negara-negara acuan tersebut.
Tak banyak orang yang tahu bahwa dalam perhelatan
Olimpiade Matematika Internasional (IMO), China bahkan pernah memboyong
keseluruhan lima emas yang diperebutkan. Negara-negara seperti Kanada, Amerika
dan Korea bahkan hanya mampu meraih penghargaan Honorable Mention, yaitu
penghargaan bagi peserta yang mampu menjawab benar satu soal dari keseluruhan
berjumlah enam soal.
Dapat dibayangkan betapa sulitnya meraih emas dalam
perhelatan olimpiade selevel internasional, yang bahkan menjawab satu soal pun
amat dihargai. Sampai saat ini, bahkan Indonesia belum pernah mendapatkan emas
sekalipun. Dalam rangka mewujudkan mimpi meraih emas di ajang Olimpiade
Matematika Internasional, pelajar perlu memahami secara mendalam teori serta
aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, buku ini juga dibuat menggunakan kertas
yang lebih kecil dari ukuran B5 sehingga akan mudah untuk dibaca dimanapun,
termasuk di angkutan umum. Dengan ukurannya yang cukup kecil serta penjabaran
yang to the point, tentu akan
menjadikan buku ini sesuai dengan gaya khas para remaja yang cenderung tidak
menyukai basa-basi.
Namun, di sisi lain, konsep visual yang diusung kurang
dimaksimalkan dalam mengkreasikan buku ini. Konsep warna dalam digunakan untuk
memeriahkan buku ini cukup sesuai diterapkan dalam konsep, namun dalam konten,
konsep variasi warna tak lagi digunakan melainkan hanya menggunakan warna
hitam-putih. Di sisi lain, tanpa konsep warna, penataan konten menjadi kurang
berwarna dan kurang menarik.
Namun, secara umum, buku yang lebih menitikberatkan
dalam proses problem solving ini sesuai
bagi pelajar penggemar matematika yang berminat mengikuti olimpiade, sebab
konsep matematika yang diusung dalam olimpiade adalah konsep berpikir matematis
yang sesuai untuk menyelesaikan permasalahan sains secara global.
Dengan banyaknya variasi dan jumlah soal yang
dijabarkan, buku ini menyediakan bebagai alternatif penyelesaian masalah, sebab
suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai macam cara.
Pada akhirnya, buku ‘SUJU Sukses Juara Olimpiade
Matematika SMA/MA Nasional dan Internasional’ ini cocok dijadikan sebagai
referensi dalam mempersiapkan diri menghadapi olimpiade matematika.
Daftar
Pustaka :
Muslihun dan Suci. 2013. SUJU Sukses Juara Olimpiade Matematika SMA/MA Nasional dan
Internasional. Jakarta : PT Grasindo.
Tim SSCIntersolusi. 2011. Olimpiade Matematika SMA. Yogyakarta : Erlangga.
Malam
minggu kedua bulan Maret 2014 di Birmingham, pertandingan semifinal All England
antara Kido/Fernaldi – Ahsan/Setiawan[1] terlalu datar dan mudah bagi unggulan
pertama ini. Pertandingan antara keduanya berlangsung selama 22 menit dan harus
diakhiri dengan kekalahan pasangan fenomenal Kido/Fernaldi dengan skor 7-21
12-21. Kido/Fernaldi tidak seheroik ketika melawan unggulan ke 5 asal Malaysia
Hoon/Tan sehari sebelumnya.
Jumat(7/3) lalu pasangan Kido/Fernaldi tampil
gagah berani menaklukkan pasangan Malaysia Hoon/Tan[5] dengan 21-18 21-12.
Keduanya tampil maksimal dengan terus menyerang dan tidak memberikan kesempatan
bagi Hoon/Tan untuk menyerang balik. Sepanjang perjalanannya di All England
2014, Kido/Fernaldi telah menaklukkan dua unggulan untuk mencapai babak
semifinal.
Pertandingan semifinal akan mempertemukan
mereka dengan unggulan pertama yaitu Ahsan/Setiawan, kompatriot mereka dari
pelatnas. Tentu pertandingan ini menjadi sangat istimewa. Selain mempertemukan
kembali pasangan peraih medali emas World Badminton Championship 2007,
Kido-Setiawan, pertandingan ini juga akan menjadi ajang pembuktian Fernaldi
terhadap Herry IP – pelatih ganda putra skuad All England 2014 . Tak urung,
pergelaran babak semifinal All England 2014 menjadi yang ditunggu-tunggu oleh
para penikmat bulutangkis.
Setelah belasan tahun berpasangan sejak menjadi
junior di Jaya Raya Jakarta, Kido/Setiawan telah meraih hampir seluruh medali
emas turnamen bergengsi kelas profesional, termasuk medali emas Olimpiade Beijing 2008. Satu-satunya medali
emas yang belum mereka dapatkan yaitu medali emas All England. Kabar perceraian
mereka pada pertengahan 2012 silam ditengarai terjadi akibat adanya
ketidakcocokan antara keduanya setelah absen mengikuti Olimpiade London 2012.
Tentu menjadi hal yang menarik bila kemudian keduanya harus berhadapan dan
saling melawan di lapangan yang sama dengan pasangan masing-masing.
Di sisi lain, Fernaldi merupakan pemain muda yang
menyatakan hengkang dari pelatnas sejak Februari 2013 lalu. Hal ini diakibatkan
oleh adanya konflik antara Fernaldi dengan jajaran pelatih baru yang dikepalai
Herry IP. Jajaran pelatih menyatakan bahwa pasangan Fernaldi/Rahmanto tidak
cukup berprospek untuk diikutsertakan dalam All England 2013. Pernyataan ini
akhirnya menimbulkan ketidaksepahaman antara keduanya yang diakhiri dengan
mundurnya Fernaldi dari pelatnas.
Pertandingan semifinal malam minggu lalu
diprediksi menjadi pertandingan yang seru dan alot. Namun, Sabtu(8/3)
Kido/Fernaldi bak tenggelam di lapangan. Keduanya tak mampu memberikan
perlawanan yang berarti ketika melawan kompatriotnya dari pelatnas yang menjadi
unggulan pertama, Ahsan/Setiawan. Kido/Fernaldi takluk dengan skor 7-21 12-21.
Sepanjang pertandingan Kido/Fernaldi terus
menerus diserang dan tak mampu mengungguli perolehan poin hingga akhir
pertandingan. Keduanya terlihat tertekan dan tidak bermain dalam performa
terbaik mereka. Set pertama, Ahsan/Setiawan menang mudah dengan 21-7. Pada set
kedua, Kido/Fernaldi mulai memberikan perlawanan terhadap Ahsan/Setiawan.
Namun, Fernaldi terlalu terburu-buru ingin mematikan lawan dan meraih poin.
Fernaldi yang spesialisasinya adalah smash tidak
menemukan ruang untuk melancarkan smashnya sehingga ia menjadi kesulitan
mencari celah untuk menembus defense Ahsan/Setiawan. Yang terjadi justru
Fernaldi menjadi panik hingga akhirnya sering membuat kesalahan sendiri serta
tidak fokus menyerang. Permainan yang ditunjukkan Fernaldi terlalu
terburu-buru, tanpa arah serangan bola yang jelas. Alhasil, permainan
Kido/Fernaldi menjadi berantakan dan memiliki defense yang mudah ditembus oleh
lawan.
Ketidakkonsistenan Fernaldi ini dinilai Kido
wajar sebab ia baru kali pertama bertanding di babak semifinal turnamen sekelas
All England. Kido menilai Fernaldi masih tergolong ‘hijau’. Namun, di sisi
lain, Fernaldi yang tahun ini genap berusia 23 tahun seharusnya mampu mengontrol
emosi serta mengatur strategi di lapangan agar mampu mengendalikan laju
permainan. Usia 24 tahun pun tidak tergolong muda bagi pemain bulutangkis di
kancah internasional. Kido sendiri pada usia 23 tahun sudah mampu menjuarai
turnamen World Badminton Championship 2007 bersama Setiawan yang juga seusia
dengannya.
Fernaldi harus menyadari bahwa usia 22-28 tahun
merupakan masa keemasan bagi para pemain bulutangkis, khususnya para pemain
Asia. Pada rentang usia tersebut, grafik permainan para pemain Asia umumnya
meningkat pesat. Untuk itu, ia perlu belajar dan terus belajar agar mampu
bertahan di tengah gempuran para pemain profesional lainnya.
Meski permainan Fernaldi tergolong bertenaga
dan berkualitas, kesuksesan juga ditentukan oleh karakter yang dimiliki para
pemain. Di tengah persaingan dunia yang semakin ketat, Fernaldi harus bergerak
cepat untuk menemukan pola permainan yang pas serta membentuk karakter yang
sesuai untuk diterapkan di lapangan. Jika ia lengah sedikit saja, masih banyak
pemain dunia lainnya yang lebih berkualitas. Jika Fernaldi ingin menjadi pemain
sekaliber Candra/Toni yang menjuarai All England 1999 dan Olimpiade Sidney 2000,
ia harus kompeten baik secara kualitas permainan, maupun kualitas mental.
Fernaldi perlu banyak belajar pada pasangannya,
Kido, pemain kaliber yang lebih senior dan paham mengenai seluk beluk
mengendalikan emosi di lapangan. Sudah saatnya Fernaldi memupuk mental juara
agar akhirnya menjadi pemain yang disegani dan dapat berkata banyak di turnamen
sekelas All England bahkan olimpiade.
Terhitung sejak 31 Januari 2014, Gita Wirjawan resmi
mengundurkan diri sebagai Menteri Perdagangan Indonesia periode 2009-2014. Isi
mundurnya Gita tersebut serta merta mengundang banyak kontroversi.
Hal ini wajar mengingat Gita mundur di tengah kemelut
maraknya beras asal Vietnam ilegal yang meresahkan para petani lokal. Ditambah
pula timbulnya ketegangan dengan Menteri Pertanian, Suswono, akibat pernyatan
Gita yang mengungkapkan bahwa beredarnya beras impor asal Vietnam merupakan
kebijakan yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian.
Belum lagi alasan pengundurkan diri Gita disebabkan
oleh keinginannya untuk fokus dalam bursa pemilihan capres partai Demokrat. Padahal,
Gita masih harus bersaing dengan sepuluh bakal calon presiden Partai Demokrat
lainnya (http://www.voaindonesia.com/
content/menteri-perdagangan-gita-wirjawan-mengundurkan-diri/1841610.html). Gita
terlalu percaya diri dan gegabah bakal dicalonkan sebagai capres Partai
Demokrat hingga mengundurkan diri dari jajaran menteri. Alhasil, pengunduran
diri Gita yang diiringi konflik tak urung mempengaruhi citranya sebagai pelaku
pemerintahan.
Meski citra Gita memburuk, masih banyak golongan yang
percaya bahwa Gita cukup kompeten untuk mencalonkan diri sebagai presiden.
Golongan tersebut tak lain merupakan golongan penikmat bulutangkis yang menilai
Gita mampu menentukan program-program yang dapat meningkatkan kekuatan-kekuatan
yang strategis bagi Indonesia. Sebelumnya Gita sebagai Ketua Umum PBSI sukses
mengantarkan para pemain Indonesia menuju World’s
top ten serta Tim Thomas Indonesia sebagai ungulan pertama pada perhelatan
Piala Thomas Mei mendatang. Tak dipungkiri, sejak Gita menjabat, prestasi para
pebulutangkis nasional kian cerah di kancah internasional.
Sejak resmi dilantik sebagai Ketua Umum PBSI pada
tanggal 14 Desember 2012, Gita aktif menyuarakan visi misinya untuk mewujudkan
PBSI yang berprestasi, mengembalikan era kejayaan bulutangkis Indonesia, serta
memperjuangkan kesejahteraan civitas pebulutagkisan Indonesia, termasuk pelatih
(http://www.republika.co.id/berita/
olahraga/raket/12/12/10/metjlv-jumat-gita-wirjawan-dilantik-jadi-ketua-pbsi).
Gita optimis mampu membawa PBSI menuju perubahan dan kemajuan. Di tengah
terpuruknya pebulutangkisan Indonesia akibat nihil medali dan absennya medali
emas dari cabor bulutangkis untuk pertama kalinya sejak 1992 pada Olimpiade
London 2012 lalu, secara lugas Gita menjanjikan emas Olimpiade Rio de Janeiro
2016 mendatang sebagai puncak prestasi di akhir masa jabatannya.
Untuk itu, Gita aktif melakukan pembenahan-pembenahan
dengan mengusung program-program baru serta melakukan pendekatan-pendekatan
personal agar dapat merekrut para mantan pemain nasional untuk ikut aktif
mengembangkan PBSI. Puncaknya, Gita mampu membawa pulang Rexy Mainaky untuk
menjadi orang nomor satu di bidang teknis PBSI.
Rexy dikenal sebagai pemain nasional yang multi
talenta yang sukses menjuarai seluruh turnamen bergengsi termasuk All England
dan Olimpiade Atlanta 1996. Rexy juga dikenal sebagai pelatih bertangan dingin
yang sukses mengantarkan pemain Malaysia menjadi juara Asian Games 2006.
Bersama Rexy, Gita semakin gencar melakukan revolusi di PBSI khususnya pelatnas
guna menghasilkan pemain-pemain berkualitas yang mampu menjadi pemain nomer
satu serta mengibarkan Merah Putih di kancah Internasional.
Dengan program-program yang kini dijalankan di
pelatnas, PBSI kian berprestasi serta potensi pemain semakin meningkat. Dengan
dirombaknya jajaran pelatih pelatnas yang kini ditempati oleh para mantan
pemain nasional, pelatnas telah menerapkan aturan-aturan baru guna mendisiplinkan
para pemain untuk mencetak para juara-juara baru yang sanggup meneruskan dan
membangkitkan prestasi bulutangkis Indonesia.
Hasilnya, Gita dkk mampu mengantarkan para pemain
nasional menjuarai turnamen bergengsi pada dua tahun belakangan. Contohnya saja,
Lilyana/Tontowi mampu mencetak hattrick
di turnamen bergengsi sekelas All England. Tak ayal, para pemain bulutangkis
mampu mengharumkan nama bangsa Indonesia di tengah buruknya citra Indonesia
sebagai negara dunia ketiga.
Dengan sekian prestasi Gita dalam membawa perubahan di
dunia pebulutangkisan Indonesia, Gita percaya diri mencalonkan diri untuk
menjadi capres Partai Demokrat menggantikan SBY. Meski banyak yang mendukung
Gita sebab prestasinya membawa perubahan bagi dunia pebulutangkisan Indonesia,
namun yang perlu Gita sadari adalah tingkat elektabilitasnya tidak cukup tinggi
untuk mampu bersaing pada level calon presiden.
Suara pendukung Gita hanya berasal dari masyarakat
yang berbasis olahraga terutama bulutangkis. Belum lagi prestasi Kementerian
Perdagangan yang sebelumnya dipegang oleh Gita sejak 2009 lalu tidak membuahkan
banyak prestasi positif. Jumlah pendukung Gita tentu tidak cukup untuk meraih
suara mayoritas guna meningkatkan suara Demokrat serta memenangi pilpres
mendatang.
Mengingat faktor-faktor tersebut, tidaklah pantas Gita
terlalu percaya diri untuk menjadi calon presiden. Prestasinya memajukan PBSI
tidak serta merta menjadi parameter prediksi keberhasilan Gita membawa
perubahan bagi Indonesia. PBSI hanya mencakup sebagian kecil dari Indonesia.
Banyak aspek-aspek yang tidak termasuk dalam PBSI justru menjadi sisi yang
krusial dalam perkara politik selevel presiden. Lantas, jika Gita bersikukuh
maju menjadi calon presiden, terlalu riskan bagi Demokrat bila terus menjadi
basis politik pendukung Gita. Demokrat bisa saja kehilangan banyak suara.
Akan lebih baik bagi Gita untuk terus berkiprah di
bidang pebulutangkisan Indonesia. Bidang tersebut nampaknya lebih tepat
dipegang oleh Gita ketimbang Indonesia secara utuh. Dengan segenap prestasinya,
mungkin Gita dapat terus menerus melakukan terobosan baru demi mewujudkan
visinya untuk mengembalikan kejayaan bulutangkis Indonesia. Atau justru Gita
dapat masuk ke bursa calon Menteri Olahraga sehingga mampu memcanangkan
program-program baru guna meningkatkan prestasi Indonesia di bidang olahraga.
Jojon
(29), Pedagang Kaki Lima (PKL) terelokasi, mengungkapkan bahwa uang yang susah
payah ia tabung sejak lama nyaris habis akibat defisit yang dideritanya sejak
relokasi PKL ke dalam Gedung Bandung Indah Plaza. Pendapatannya kini hanya
berkisar Rp.50000 per hari. Padahal, ia masih harus menanggung hidup istri,
adik, serta kedua anaknya yang masih membutuhkan susu dan pendidikan.
Pemerintah Kota Bandung dianggap tidak berpihak kepada
rakyat kecil. Relokasi dinilai tidak sesuai dan justru membuat hidup mereka
semakin terpuruk. Inilah yang dirasakan Jojon (29), salah satu Pedagang Kaki
Lima (PKL) yang direlokasi akibat berjualan di pelataran Bandung Indah Plaza.
Sejak awal Februari lalu, Jojon dipindah melalui proses
relokasi PKL tahap dua. Jojon mengaku terpaksa rela direlokasi sebab tidak
mampu melawan kebijakan Pemerintah Kota. Menurutnya, Pemerintah Kota masih
belum adil dalam hal pemerataan relokasi PKL. “Cuma yang jualan aksesoris aja.
Padahal masih banyak yang jualan makanan yang pakai gerobak sama jualan hewan
peliharaan depan BIP, tapi nggak direlokasi”, ungkapya.
Di temani ribuan mobil yang terparkir, kini Jojon
berjualan aksesoris telepon genggam di tengah suasana panas dan pengap tanpa
kipas angin, di kawasan Basemen BIP. Tak banyak pengunjung lalu-lalang
berkeliaran di Basemen untuk sekedar melihat-lihat barang dagangan para PKL
tersebut.
Jojon mengaku omset penjualannya turun hingga 90%
sejak pindah ke Basemen BIP. Ditambah lagi ia harus membayar uang sewa sebesar
Rp.1500000/m2 per bulan kepada pihak koperasi. Namun saat
dikonfirmasi siapa pihak koperasi yang dimaksud, Jojon sendiri mengaku tidak tahu-menahu
perihal detail koperasi yang dimaksud. Ia sendiri belum pernah membayar secara
langsung kepada pihak koperasi. Uang sewa selama dua bulan pertama telah
dipinjami oleh BPR sebesar Rp.3000000. untuk itu, ia harus menyicil sebesar
Rp.5000/bulan selama tiga tahun.
Meski uang sewa yang dibayarkan tak sedikit, fasilitas
yang ia terima jauh dari cukup untuk membuka lapak kaki lima. Jojon hanya
diberi satu lemari kayu kecil serta lapak seluas 1 m2. Ironisnya,
aturan membuka lapak yang diterapkan mengharuskan PKL untuk menggunakan tempat
pajangan berbahan kaca, tidak boleh berbahan triplek. Akibatnya, Jojon harus
merogoh kocek lebih dalam dari uang pribadi miliknya, sekedar untuk memenuhi
aturan yang ada, bila tak ingin ditegur oleh pihak berwenang.
Jojon menjelaskan bahwa ia tidak mempermasalahkan
proses relokasi PKL, hanya saja, ia meminta diberikan tempat yang lebih layak
daripada hanya sekedar basemen. Jika diperkenankan, Jojon sangat ingin
berjualan di lantai 3 Gedung Bandung Indah Plaza yang menurutnya masih cukup
kosong dan dapat ia tempati bersama PKL lainnya. Namun, ia juga mengerti bahwa
rakyat kecil seperti dirinya tidak akan sanggup membayar sewa sebesar
Rp.5000000/m2 demi berjualan di tempat tersebut. Paling tidak, Jojon
menginginkan adanya penataan tempat bagi para PKL untuk berjualan di dalam
Gedung Bandung Indah Plaza di bagian yang ramai.
Ketika disinggung mengenai kondisi keuangannya saat
ini, Jojon, yang ditemui di lapak miliknya pada Senin (24/2) kemarin, mengaku
mengalami defisit besar-besaran. “Kalau secara fisik ya untung, kan nggak
kehujanan dan nggak kepanasan. Tapi kalau dari segi pendapatan ya kurang. Habis
malah. Uang hasil jualan nggak seberapa, habis buat makan, gimana mau nabung.
Yang ada tabungan saya sejak dulu habis buat keperluan ini itu. Sekarang aja
sering nganjuk ke warung”, ungkapnya.
Jojon hanya diperkenankan berjualan pada jam-jam yang
sesuai dengan kegiatan operasional BIP, yakni sejak pukul 10.00 - 22.00 WIB.
Meski begitu, akibat tempat yang tidak strategis, Jojon hanya mampu meraup
penghasilan sekitar Rp.50000 dengan untung sebesar Rp.10000 per harinya.
Padahal, ia masih harus menanggung hidup istri, adik, serta kedua anaknya yang
masih membutuhkan susu dan pendidikan.
Kini, ia dan para PKL lainnya berada di zona abu-abu.
Bila ia nekat kembali berjualan di zona terlarang, hanya akan mengundang
datangnya Satpol PP dan pasukan bermotor. Namun, dengan kondisi seperti ini, ia
tak yakin sanggup bertahan memenuhi kebutuhkan hidup keluarganya.
Jojon mengungkapkan bahwa Pemerintah Kota tidak
benar-benar berniat untuk membantu para PKL. Sejak proses peresmian relokasi
PKL bersama Walikota Bandung, Pemerintah Kota tidak pernah lagi menengok
keadaan para PKL ini. Ditambah lagi peranan pihak kepolisian. Jojon berkeluh
bahwa saat ditangkap Satpol PP, dari selusin barang yang disita selama dua
minggu, hanya enam buah saja yang dikembalikan kepadanya.
“Banyak yang nggak sesuai dengan kenyataan.
Diberitakan kita bayar sejuta. Nyatanya kita harus bayar lebih, satu setengah
juta. Banyak fakta yang direkayasa”, sesal Jojon. Jojon membeberkan bahwa apa
yang para PKL rasakan sebenarnya tidak diberitakan dengan jujur, justru
dimanipulasi.
Selain itu, Pemerintah Kota berjanji memberikan
fasilitas yang layak. Nyatanya, sudah sejak sebulan lalu rencana pemasangan
kipas angin tak kunjung direalisasikan. Permintaan pemindahan tempat relokasi
pun tak diindahkan. “Katanya sama Pak Walikota mau dibilangin. Tapi tiba-tiba
katanya nggak boleh. Nggak tahu juga bener dibilangin sama Pak Walikota apa
nggak”, jelas Jojon.
Menurut Jojon, relokasi PKL di Kota Bandung tak lebih
hanya sekedar pencitraan Walikota Bandung belaka. Faktanya, Pemerintah Kota
Bandung tidak sepenuhnya pro terhadap keadaan para PKL.
Jojon cukup mengerti persoalan politik yang sangat
mementingkan figure dan citra seorang politikus, karena anggota keluarganya
dulu ada yang menjadi lurah. Ia juga paham betul bahwa rakyat menengah ke bawah
seperti dirinya selalu kena getah. Baginya, hukum di negara ini hanya tajam ke
bawah dan tumpul ke atas.
Aditya
Rizki Purnama (FI’09) mengambil berkas pendaftaran calon K3M pada Rabu (5/2)
pukul 09.35 WIB di gedung CC Barat Ruang 27. Aditya maju menjadi bakal calon
K3M untuk mewujudkan islamisasi dalam kampus dengan membawa visi ‘Indonesia
Mandiri dengan Syariat dan Khilafah Islam’.
Dewasa ini, kampus ITB marak pembicaraan mengenai
calon K3M periode 2014-2015. Terhitung Senin, 10 Februari 2014, terdapat lima
bakal calon K3M yang mengambil formulir pendaftaran ca-K3M. Kelimanya adalah
Aditya Rizki Purnama (FI’09), Ahmad Bismillahi N. (AS’10), Rochenry (AE’10),
Yayang Luthfiana Rizwan (STF’10), dan Jeffry Girranza (GL’10). Majunya kelima
bakal calon tersebut serta merta menuai isu serta kritik yang cukup pedas.
Dimulai besar IPK yang dinilai tidak pantas menjadi K3M, visi misi yang terlalu
tinggi, hingga isu curi start kampanye bakal calon K3M.
Majunya Aditya (FI’09) menjadi bakal calon K3M cukup
menarik perhatian massa kampus. Terhitung januari 2014, Aditya seharusnya
tengah mengambil semester 10. Apabila Aditya menjadi K3M periode 2014-2015,
maka ia harus menunda kelulusannya selama satu tahun. Sedangkan slot waktu
maksimal yang diperkenankan ITB untuk menempuh studi jenjang strata 1 hanya
selama enam tahun (12 semester). Namun, masih belum ada kejelasan apakah
akhirnya Aditya akan dicoret dari daftar nakal calon K3M atau tidak.
Di lain sisi, Aditya, -atau dikenal dengan nama Adit-,
dan timnya adalah yang paling gencar menyuarakan visi misinya bagi KM ITB. Terhitung
Selasa, 11 Februari 2014, Adit telah membuat akun khusus untuk menyuarakan ide-idenya,
yaitu akun twitter (@kampus_islami), serta situs web (kampusislami.com). Gerakan
Adit ini dinilai sebagai gerakan kampanye yang terlalu dini mengingat dirinya belum
tentu lolos seleksi berkas untuk menjadi ca-K3M.
Adit mengusung visi ‘Indonesia Mandiri dengan Syariat
dan Khilafah Islam’ disertai misi diantaranya :
1.
Membangun role model pergerakan mahasiswa : ideologi islam sebagai falsafah dasar kebangkitan.
2.
Membangun karakter mahasiswa ITB yang ideologis : pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan islam.
3.
Mengarahkan potensi intelektual civitas akademika ITB untuk
kemandirian Indonesia : kontribusi intelektual dalam membangun model peradaban
khilafah.
4.
Menyampaikan dan mengawal pemikiran islam ideologis sebagai solusi bagi masyarakat
dan negara : menjadikan model peradaban khilafah opini umum dan solusi
pemasalahan bangsa.
5.
Membangun gerakan mahasiswa yang berkelanjutan: melanjutkan
estafet perjuangan kepada mahasiswa selanjutnya
Tak pelik, visi misi
Adit ini menuai kontoversi. Di satu pihak, mahasiswa yang sependapat dengan
Adit mengemukakan bahwa islam sebagai mayoritas akan lebih berdampak bagi
kampus. Ideologi islam yang diusung Adit merupakan salah satu solusi yang akan
berdampak luas sebab perubahan mahasiswa muslim ke arah yang lebih baik
akan menyebabkan kampus menjadi lebih
baik pula.
Di lain pihak, banyak
yang merasa bahwa visi misi Adit mengandung SARA serta tidak cukup mengayomi
seluruh massa KM ITB. Banyak yang menilai bahwa ide-ide yang digagas Adit terlalu
mengedepankan kepentingan islam sehingga hanya relevan bagi mahasiswa muslim
dan tidak cukup menaungi kepentingan mahaiswa non muslim serta bertentangan
dengan sistem demokrasi dalam kehidupan kampus. Ideologi islam untuk KM ITB
dinilai terlalu riskan untuk direalisasikan sebab dapat memicu perpecahan antar
kelompok agama dalam kampus.
Secara umum,
islamisasi kampus yang ditawarkan Adit dirasa tidak sesuai sebab bergesekan
dengan prinsip setiap mahasiswa yang tidak semuanya menganut agama islam.
Beberapa kalangan merasa dinaungi sedang yang lainnya merasa terabaikan.
Respons ini tentu sudah diantisipasi oleh Adit. Di halaman webnya, Adit
menjabarkan bahwa setiap permasalahan memiliki solusinya masing-masing.
Permasalahan ini perlu ditinjau secara menyeluruh sehingga solusi permasalahan
tersebut tidak hanya berupa pemecahan masalah internal-teknis, tetapi juga
berupa penyelesaian yang sistematis.
Banyak yang menilai
bahwa pemaparan Adit di halaman webnya terlalu bertele-tele dan tidak sesuai
dengan pokok yang ingin dibahas sehingga menjadi rancu dan tak tentu arah. Hal
ini tentu membuat massa kampus tidak paham apa yang ingin disampaikan oleh Adit
serta memberikan dampak yang negative terhadap citra Adit sebagai bakal calon
K3M 2014-2015.
Beberapa program
kerja Adit bertujuan untuk mengoreksi kebijakan yang bertentangan dengan islam
seperti kebijakan seragam olahraga pria yang dinilai tidak cukup menutup aurat.
Program kerja lainnya yakni menggalakkan Jilbab Day mendapat respon yang cukup
baik dari kalangan mahasiswa muslim. Namun, banyak yang berpendapat bahwa
program kerja Adit seharusnya mengusung isu demokrasi berkeyakinan agama dengan
menggalakkan program-program yang mendukung kegiatan agama, tidak hanya Jilbab
Day, tetapi juga ibadah sabtu maupun mentoring setiap agama.
Dengan kata lain,
banyak yang berpendapat bahwa visi misi yang sesuai untuk kampus ITB bukanlah
visi misi mengenai ideologi islam, tetapi visi misi yang lebih mengutamakan
demokrasi berkeyakinan agama serta berupaya menggalakkan keharmonisan antar
umat beragama.
Terlepas dari seluruh
respon massa kampus, Adit tetap optimis bahwa ia dan visi misinya akan membawa
KM ITB ke arah yang lebih baik lagi. Untuk itu, mari kita nantikan hasil
verifikasi seleksi berkas para bakal calon K3M!