Seberapa Pantas Gita jadi Presiden?

By feran.lestari - June 19, 2014


Terhitung sejak 31 Januari 2014, Gita Wirjawan resmi mengundurkan diri sebagai Menteri Perdagangan Indonesia periode 2009-2014. Isi mundurnya Gita tersebut serta merta mengundang banyak kontroversi.
Hal ini wajar mengingat Gita mundur di tengah kemelut maraknya beras asal Vietnam ilegal yang meresahkan para petani lokal. Ditambah pula timbulnya ketegangan dengan Menteri Pertanian, Suswono, akibat pernyatan Gita yang mengungkapkan bahwa beredarnya beras impor asal Vietnam merupakan kebijakan yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian.
Belum lagi alasan pengundurkan diri Gita disebabkan oleh keinginannya untuk fokus dalam bursa pemilihan capres partai Demokrat. Padahal, Gita masih harus bersaing dengan sepuluh bakal calon presiden Partai Demokrat lainnya (http://www.voaindonesia.com/ content/menteri-perdagangan-gita-wirjawan-mengundurkan-diri/1841610.html). Gita terlalu percaya diri dan gegabah bakal dicalonkan sebagai capres Partai Demokrat hingga mengundurkan diri dari jajaran menteri. Alhasil, pengunduran diri Gita yang diiringi konflik tak urung mempengaruhi citranya sebagai pelaku pemerintahan.
Meski citra Gita memburuk, masih banyak golongan yang percaya bahwa Gita cukup kompeten untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Golongan tersebut tak lain merupakan golongan penikmat bulutangkis yang menilai Gita mampu menentukan program-program yang dapat meningkatkan kekuatan-kekuatan yang strategis bagi Indonesia. Sebelumnya Gita sebagai Ketua Umum PBSI sukses mengantarkan para pemain Indonesia menuju World’s top ten serta Tim Thomas Indonesia sebagai ungulan pertama pada perhelatan Piala Thomas Mei mendatang. Tak dipungkiri, sejak Gita menjabat, prestasi para pebulutangkis nasional kian cerah di kancah internasional.
Sejak resmi dilantik sebagai Ketua Umum PBSI pada tanggal 14 Desember 2012, Gita aktif menyuarakan visi misinya untuk mewujudkan PBSI yang berprestasi, mengembalikan era kejayaan bulutangkis Indonesia, serta memperjuangkan kesejahteraan civitas pebulutagkisan Indonesia, termasuk pelatih (http://www.republika.co.id/berita/ olahraga/raket/12/12/10/metjlv-jumat-gita-wirjawan-dilantik-jadi-ketua-pbsi). Gita optimis mampu membawa PBSI menuju perubahan dan kemajuan. Di tengah terpuruknya pebulutangkisan Indonesia akibat nihil medali dan absennya medali emas dari cabor bulutangkis untuk pertama kalinya sejak 1992 pada Olimpiade London 2012 lalu, secara lugas Gita menjanjikan emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016 mendatang sebagai puncak prestasi di akhir masa jabatannya.
Untuk itu, Gita aktif melakukan pembenahan-pembenahan dengan mengusung program-program baru serta melakukan pendekatan-pendekatan personal agar dapat merekrut para mantan pemain nasional untuk ikut aktif mengembangkan PBSI. Puncaknya, Gita mampu membawa pulang Rexy Mainaky untuk menjadi orang nomor satu di bidang teknis PBSI.
Rexy dikenal sebagai pemain nasional yang multi talenta yang sukses menjuarai seluruh turnamen bergengsi termasuk All England dan Olimpiade Atlanta 1996. Rexy juga dikenal sebagai pelatih bertangan dingin yang sukses mengantarkan pemain Malaysia menjadi juara Asian Games 2006. Bersama Rexy, Gita semakin gencar melakukan revolusi di PBSI khususnya pelatnas guna menghasilkan pemain-pemain berkualitas yang mampu menjadi pemain nomer satu serta mengibarkan Merah Putih di kancah Internasional.
Dengan program-program yang kini dijalankan di pelatnas, PBSI kian berprestasi serta potensi pemain semakin meningkat. Dengan dirombaknya jajaran pelatih pelatnas yang kini ditempati oleh para mantan pemain nasional, pelatnas telah menerapkan aturan-aturan baru guna mendisiplinkan para pemain untuk mencetak para juara-juara baru yang sanggup meneruskan dan membangkitkan prestasi bulutangkis Indonesia.
Hasilnya, Gita dkk mampu mengantarkan para pemain nasional menjuarai turnamen bergengsi pada dua tahun belakangan. Contohnya saja, Lilyana/Tontowi mampu mencetak hattrick di turnamen bergengsi sekelas All England. Tak ayal, para pemain bulutangkis mampu mengharumkan nama bangsa Indonesia di tengah buruknya citra Indonesia sebagai negara dunia ketiga.
Dengan sekian prestasi Gita dalam membawa perubahan di dunia pebulutangkisan Indonesia, Gita percaya diri mencalonkan diri untuk menjadi capres Partai Demokrat menggantikan SBY. Meski banyak yang mendukung Gita sebab prestasinya membawa perubahan bagi dunia pebulutangkisan Indonesia, namun yang perlu Gita sadari adalah tingkat elektabilitasnya tidak cukup tinggi untuk mampu bersaing pada level calon presiden.
Suara pendukung Gita hanya berasal dari masyarakat yang berbasis olahraga terutama bulutangkis. Belum lagi prestasi Kementerian Perdagangan yang sebelumnya dipegang oleh Gita sejak 2009 lalu tidak membuahkan banyak prestasi positif. Jumlah pendukung Gita tentu tidak cukup untuk meraih suara mayoritas guna meningkatkan suara Demokrat serta memenangi pilpres mendatang.
Mengingat faktor-faktor tersebut, tidaklah pantas Gita terlalu percaya diri untuk menjadi calon presiden. Prestasinya memajukan PBSI tidak serta merta menjadi parameter prediksi keberhasilan Gita membawa perubahan bagi Indonesia. PBSI hanya mencakup sebagian kecil dari Indonesia. Banyak aspek-aspek yang tidak termasuk dalam PBSI justru menjadi sisi yang krusial dalam perkara politik selevel presiden. Lantas, jika Gita bersikukuh maju menjadi calon presiden, terlalu riskan bagi Demokrat bila terus menjadi basis politik pendukung Gita. Demokrat bisa saja kehilangan banyak suara.
Akan lebih baik bagi Gita untuk terus berkiprah di bidang pebulutangkisan Indonesia. Bidang tersebut nampaknya lebih tepat dipegang oleh Gita ketimbang Indonesia secara utuh. Dengan segenap prestasinya, mungkin Gita dapat terus menerus melakukan terobosan baru demi mewujudkan visinya untuk mengembalikan kejayaan bulutangkis Indonesia. Atau justru Gita dapat masuk ke bursa calon Menteri Olahraga sehingga mampu memcanangkan program-program baru guna meningkatkan prestasi Indonesia di bidang olahraga.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments