Fernaldi di Pertandingan Terpanas All England 2014

By feran.lestari - June 19, 2014


Malam minggu kedua bulan Maret 2014 di Birmingham, pertandingan semifinal All England antara Kido/Fernaldi – Ahsan/Setiawan[1] terlalu datar dan mudah bagi unggulan pertama ini. Pertandingan antara keduanya berlangsung selama 22 menit dan harus diakhiri dengan kekalahan pasangan fenomenal Kido/Fernaldi dengan skor 7-21 12-21. Kido/Fernaldi tidak seheroik ketika melawan unggulan ke 5 asal Malaysia Hoon/Tan sehari sebelumnya.
Jumat(7/3) lalu pasangan Kido/Fernaldi tampil gagah berani menaklukkan pasangan Malaysia Hoon/Tan[5] dengan 21-18 21-12. Keduanya tampil maksimal dengan terus menyerang dan tidak memberikan kesempatan bagi Hoon/Tan untuk menyerang balik. Sepanjang perjalanannya di All England 2014, Kido/Fernaldi telah menaklukkan dua unggulan untuk mencapai babak semifinal.
Pertandingan semifinal akan mempertemukan mereka dengan unggulan pertama yaitu Ahsan/Setiawan, kompatriot mereka dari pelatnas. Tentu pertandingan ini menjadi sangat istimewa. Selain mempertemukan kembali pasangan peraih medali emas World Badminton Championship 2007, Kido-Setiawan, pertandingan ini juga akan menjadi ajang pembuktian Fernaldi terhadap Herry IP – pelatih ganda putra skuad All England 2014 . Tak urung, pergelaran babak semifinal All England 2014 menjadi yang ditunggu-tunggu oleh para penikmat bulutangkis.
Setelah belasan tahun berpasangan sejak menjadi junior di Jaya Raya Jakarta, Kido/Setiawan telah meraih hampir seluruh medali emas turnamen bergengsi kelas profesional, termasuk medali emas  Olimpiade Beijing 2008. Satu-satunya medali emas yang belum mereka dapatkan yaitu medali emas All England. Kabar perceraian mereka pada pertengahan 2012 silam ditengarai terjadi akibat adanya ketidakcocokan antara keduanya setelah absen mengikuti Olimpiade London 2012. Tentu menjadi hal yang menarik bila kemudian keduanya harus berhadapan dan saling melawan di lapangan yang sama dengan pasangan masing-masing.
Di sisi lain, Fernaldi merupakan pemain muda yang menyatakan hengkang dari pelatnas sejak Februari 2013 lalu. Hal ini diakibatkan oleh adanya konflik antara Fernaldi dengan jajaran pelatih baru yang dikepalai Herry IP. Jajaran pelatih menyatakan bahwa pasangan Fernaldi/Rahmanto tidak cukup berprospek untuk diikutsertakan dalam All England 2013. Pernyataan ini akhirnya menimbulkan ketidaksepahaman antara keduanya yang diakhiri dengan mundurnya Fernaldi dari pelatnas.
Pertandingan semifinal malam minggu lalu diprediksi menjadi pertandingan yang seru dan alot. Namun, Sabtu(8/3) Kido/Fernaldi bak tenggelam di lapangan. Keduanya tak mampu memberikan perlawanan yang berarti ketika melawan kompatriotnya dari pelatnas yang menjadi unggulan pertama, Ahsan/Setiawan. Kido/Fernaldi takluk dengan skor 7-21 12-21.
Sepanjang pertandingan Kido/Fernaldi terus menerus diserang dan tak mampu mengungguli perolehan poin hingga akhir pertandingan. Keduanya terlihat tertekan dan tidak bermain dalam performa terbaik mereka. Set pertama, Ahsan/Setiawan menang mudah dengan 21-7. Pada set kedua, Kido/Fernaldi mulai memberikan perlawanan terhadap Ahsan/Setiawan. Namun, Fernaldi terlalu terburu-buru ingin mematikan lawan dan meraih poin.
Fernaldi yang spesialisasinya adalah smash tidak menemukan ruang untuk melancarkan smashnya sehingga ia menjadi kesulitan mencari celah untuk menembus defense Ahsan/Setiawan. Yang terjadi justru Fernaldi menjadi panik hingga akhirnya sering membuat kesalahan sendiri serta tidak fokus menyerang. Permainan yang ditunjukkan Fernaldi terlalu terburu-buru, tanpa arah serangan bola yang jelas. Alhasil, permainan Kido/Fernaldi menjadi berantakan dan memiliki defense yang mudah ditembus oleh lawan.
Ketidakkonsistenan Fernaldi ini dinilai Kido wajar sebab ia baru kali pertama bertanding di babak semifinal turnamen sekelas All England. Kido menilai Fernaldi masih tergolong ‘hijau’. Namun, di sisi lain, Fernaldi yang tahun ini genap berusia 23 tahun seharusnya mampu mengontrol emosi serta mengatur strategi di lapangan agar mampu mengendalikan laju permainan. Usia 24 tahun pun tidak tergolong muda bagi pemain bulutangkis di kancah internasional. Kido sendiri pada usia 23 tahun sudah mampu menjuarai turnamen World Badminton Championship 2007 bersama Setiawan yang juga seusia dengannya.
Fernaldi harus menyadari bahwa usia 22-28 tahun merupakan masa keemasan bagi para pemain bulutangkis, khususnya para pemain Asia. Pada rentang usia tersebut, grafik permainan para pemain Asia umumnya meningkat pesat. Untuk itu, ia perlu belajar dan terus belajar agar mampu bertahan di tengah gempuran para pemain profesional lainnya.
Meski permainan Fernaldi tergolong bertenaga dan berkualitas, kesuksesan juga ditentukan oleh karakter yang dimiliki para pemain. Di tengah persaingan dunia yang semakin ketat, Fernaldi harus bergerak cepat untuk menemukan pola permainan yang pas serta membentuk karakter yang sesuai untuk diterapkan di lapangan. Jika ia lengah sedikit saja, masih banyak pemain dunia lainnya yang lebih berkualitas. Jika Fernaldi ingin menjadi pemain sekaliber Candra/Toni yang menjuarai All England 1999 dan Olimpiade Sidney 2000, ia harus kompeten baik secara kualitas permainan, maupun kualitas mental.

Fernaldi perlu banyak belajar pada pasangannya, Kido, pemain kaliber yang lebih senior dan paham mengenai seluk beluk mengendalikan emosi di lapangan. Sudah saatnya Fernaldi memupuk mental juara agar akhirnya menjadi pemain yang disegani dan dapat berkata banyak di turnamen sekelas All England bahkan olimpiade.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments