Malam
minggu kedua bulan Maret 2014 di Birmingham, pertandingan semifinal All England
antara Kido/Fernaldi – Ahsan/Setiawan[1] terlalu datar dan mudah bagi unggulan
pertama ini. Pertandingan antara keduanya berlangsung selama 22 menit dan harus
diakhiri dengan kekalahan pasangan fenomenal Kido/Fernaldi dengan skor 7-21
12-21. Kido/Fernaldi tidak seheroik ketika melawan unggulan ke 5 asal Malaysia
Hoon/Tan sehari sebelumnya.
Jumat(7/3) lalu pasangan Kido/Fernaldi tampil
gagah berani menaklukkan pasangan Malaysia Hoon/Tan[5] dengan 21-18 21-12.
Keduanya tampil maksimal dengan terus menyerang dan tidak memberikan kesempatan
bagi Hoon/Tan untuk menyerang balik. Sepanjang perjalanannya di All England
2014, Kido/Fernaldi telah menaklukkan dua unggulan untuk mencapai babak
semifinal.
Pertandingan semifinal akan mempertemukan
mereka dengan unggulan pertama yaitu Ahsan/Setiawan, kompatriot mereka dari
pelatnas. Tentu pertandingan ini menjadi sangat istimewa. Selain mempertemukan
kembali pasangan peraih medali emas World Badminton Championship 2007,
Kido-Setiawan, pertandingan ini juga akan menjadi ajang pembuktian Fernaldi
terhadap Herry IP – pelatih ganda putra skuad All England 2014 . Tak urung,
pergelaran babak semifinal All England 2014 menjadi yang ditunggu-tunggu oleh
para penikmat bulutangkis.
Setelah belasan tahun berpasangan sejak menjadi
junior di Jaya Raya Jakarta, Kido/Setiawan telah meraih hampir seluruh medali
emas turnamen bergengsi kelas profesional, termasuk medali emas Olimpiade Beijing 2008. Satu-satunya medali
emas yang belum mereka dapatkan yaitu medali emas All England. Kabar perceraian
mereka pada pertengahan 2012 silam ditengarai terjadi akibat adanya
ketidakcocokan antara keduanya setelah absen mengikuti Olimpiade London 2012.
Tentu menjadi hal yang menarik bila kemudian keduanya harus berhadapan dan
saling melawan di lapangan yang sama dengan pasangan masing-masing.
Di sisi lain, Fernaldi merupakan pemain muda yang
menyatakan hengkang dari pelatnas sejak Februari 2013 lalu. Hal ini diakibatkan
oleh adanya konflik antara Fernaldi dengan jajaran pelatih baru yang dikepalai
Herry IP. Jajaran pelatih menyatakan bahwa pasangan Fernaldi/Rahmanto tidak
cukup berprospek untuk diikutsertakan dalam All England 2013. Pernyataan ini
akhirnya menimbulkan ketidaksepahaman antara keduanya yang diakhiri dengan
mundurnya Fernaldi dari pelatnas.
Pertandingan semifinal malam minggu lalu
diprediksi menjadi pertandingan yang seru dan alot. Namun, Sabtu(8/3)
Kido/Fernaldi bak tenggelam di lapangan. Keduanya tak mampu memberikan
perlawanan yang berarti ketika melawan kompatriotnya dari pelatnas yang menjadi
unggulan pertama, Ahsan/Setiawan. Kido/Fernaldi takluk dengan skor 7-21 12-21.
Sepanjang pertandingan Kido/Fernaldi terus
menerus diserang dan tak mampu mengungguli perolehan poin hingga akhir
pertandingan. Keduanya terlihat tertekan dan tidak bermain dalam performa
terbaik mereka. Set pertama, Ahsan/Setiawan menang mudah dengan 21-7. Pada set
kedua, Kido/Fernaldi mulai memberikan perlawanan terhadap Ahsan/Setiawan.
Namun, Fernaldi terlalu terburu-buru ingin mematikan lawan dan meraih poin.
Fernaldi yang spesialisasinya adalah smash tidak
menemukan ruang untuk melancarkan smashnya sehingga ia menjadi kesulitan
mencari celah untuk menembus defense Ahsan/Setiawan. Yang terjadi justru
Fernaldi menjadi panik hingga akhirnya sering membuat kesalahan sendiri serta
tidak fokus menyerang. Permainan yang ditunjukkan Fernaldi terlalu
terburu-buru, tanpa arah serangan bola yang jelas. Alhasil, permainan
Kido/Fernaldi menjadi berantakan dan memiliki defense yang mudah ditembus oleh
lawan.
Ketidakkonsistenan Fernaldi ini dinilai Kido
wajar sebab ia baru kali pertama bertanding di babak semifinal turnamen sekelas
All England. Kido menilai Fernaldi masih tergolong ‘hijau’. Namun, di sisi
lain, Fernaldi yang tahun ini genap berusia 23 tahun seharusnya mampu mengontrol
emosi serta mengatur strategi di lapangan agar mampu mengendalikan laju
permainan. Usia 24 tahun pun tidak tergolong muda bagi pemain bulutangkis di
kancah internasional. Kido sendiri pada usia 23 tahun sudah mampu menjuarai
turnamen World Badminton Championship 2007 bersama Setiawan yang juga seusia
dengannya.
Fernaldi harus menyadari bahwa usia 22-28 tahun
merupakan masa keemasan bagi para pemain bulutangkis, khususnya para pemain
Asia. Pada rentang usia tersebut, grafik permainan para pemain Asia umumnya
meningkat pesat. Untuk itu, ia perlu belajar dan terus belajar agar mampu
bertahan di tengah gempuran para pemain profesional lainnya.
Meski permainan Fernaldi tergolong bertenaga
dan berkualitas, kesuksesan juga ditentukan oleh karakter yang dimiliki para
pemain. Di tengah persaingan dunia yang semakin ketat, Fernaldi harus bergerak
cepat untuk menemukan pola permainan yang pas serta membentuk karakter yang
sesuai untuk diterapkan di lapangan. Jika ia lengah sedikit saja, masih banyak
pemain dunia lainnya yang lebih berkualitas. Jika Fernaldi ingin menjadi pemain
sekaliber Candra/Toni yang menjuarai All England 1999 dan Olimpiade Sidney 2000,
ia harus kompeten baik secara kualitas permainan, maupun kualitas mental.
Fernaldi perlu banyak belajar pada pasangannya,
Kido, pemain kaliber yang lebih senior dan paham mengenai seluk beluk
mengendalikan emosi di lapangan. Sudah saatnya Fernaldi memupuk mental juara
agar akhirnya menjadi pemain yang disegani dan dapat berkata banyak di turnamen
sekelas All England bahkan olimpiade.
0 comments