Ngingetin orang lain itu bukan masalah ngurusin agama orang lah, ngurusin moral orang lah, sok sok suci lah. Atau julukan nggak ngenakin lainnya. Sebetulnya, ngingetin orang lain itu ya biar diri sendiri bisa masuk surga, biar ga ndayus gitu. Orang ndayus kan juga masuk neraka juga. Makanya hey orang orang, mari dipikir ulang ya. Jangan salahin masalah ngingetin orang lainnya, tapi permasalahkanlah metode mengingatkan orang lainnya.
Setelah bekerja, rasanya banyak hal yang berubah. Lingkup pertemanan yang semakin mengecil, kehabisan energi untuk mencoba menyenangkan semua orang (dan akhirnya aku menyerah), hidup terpisah dari orangtua, konflik hidup, dll. Yah, intinya life is about up and down. Tidak selamanya sukses dan tidak selamanya gagal. Akhir akhir ini mulai merasakan gimana sih susahnya hidup, berhubung dulu hidup tuh mudah banget sama orangtua.
Sekarang lagi mencoba memahami hidup. Mencoba menerima kekurangan diri sendiri, menerima kekurangan orang orang sekitar. Karena nggak akan ada satu orang pun yang sempurna. Setiap orang punya sisi baik dan sisi buruk. Dan aku, dulu, mungkin masih sampe sekarang, termasuk yang cukup gampang menjudge orang. Memang nggak kuungkapkan secara verbal, cukup dalam hati. Dan itu melelahkan.
Setelah dapet pelajaran dari video yang dishare di media sosial, akhirnya beneran menyadari, seberapa besar dampak "penggiringan opini". Abis baca sinopsis Pinnochio, juga liat video iklan Thailand, rasanya hidup orang lain bisa hancur dalam hitungan menit, 'hanya' karena asal ngeshare.
Aku bukan orang baik. Aku juga kadang masih asal nebak. Tapi coba deh dipikir ulang. Setiap mikir "ih si ini kok gini ya", coba deh ditimpalin "eh tapi kan aku gatau ya hidupnya dia kayak apa, mungkin aja dia bla bla bla". Setiap hal pasti ada latar belakangnya. Setiap hal yang orang lain lakukan, yang menurut aku ga bener, pasti ada sebabnya. Aku nggak tahu, dan tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya, karena aku tidak mengalami hidup yang mereka jalani. Sekalipun aku merasa paham, sebenarnya tidak, karena tidak menjalani. Rasa itu hanya empati, bukan benar benar tahu bagaimana rasanya.
Cobalah lihat dari sisi lainnya. Jangan memaksakan apa yang kita percaya hingga orang lain juga harus meyakini itu. Seperti ketika mengingatkan orang yang melanggar, gabisa pakai cara keras, harus langsung tobat dan berubah jadi paham. Perlu pendekatan yang bener. Cobalah memahami dari jauh, observe the big picture. Rasanya menyakitkan loh asal dijudge tanpa orang lain mau tahu kenapa kita bisa begini, bisa begitu. Rasanya nggak adil kan.
Jadi, ayo mulai sekarang berpikir ulang tiap kali punya opini. Lihat lebih dekat, cari informasi selengkap mungkin, observasi apa yang kurang sesuai. Jika dirasa ada yang tidak sesuai, silakan diskusikan, bukan asal mendakwa. Jika ada yang salah, silakan diingatkan, tanpa memaksa. Mengingatkan dan memaksakan itu dua hal yang berbeda loh.
Kenapa harus berpikir ulang setiap beropini? Kenapa harus melihat lebih dekat suatu permasalahan? Kenapa harus melihat suatu permasalahan secara runut dan lengkap? Semata mata agar kita bisa hidup damai tentram bahagia. Apa sih yang kita cari dalam hidup, kalau bukan kebahagiaan? Pernah nggak sih ngerasa cape karena mikirin orang yang kita sebelin? Padahal mungkin orang itu tidak salah, hanya kita terlalu dini mengambil kesimpulan. Mari biasakan berpikir masak, matang, dan dewasa. Karena kedewasaan akan mengantarkan kita pada hidup yang lebih baik.
Dalam hidup ini, terlalu banyak hal yang bisa membuat bingung. Dalam beberapa minggu terakhir, aku pun bingung.
Ada orang yang sholat malamnya tertib, hampir tak terlewat barang sehari pun, tapi ia tidak tertib mengaji. Ada orang yang sholat rawatibnya tertib, full 12 rakaat sehari, tapi sholat wajibnya seperti ayam sedang makan. Ada orang yang jilbabnya, subhanallah, syar'i, cantik, tapi membaca alquran pun tak lancar. Ada orang yang sholatnya rajin sekali, tapi tidak berdzikir dan berdoa. Ada yang ibadahnya rajin, tapi tidak berjilbab. Terlalu banyak jenis orang lainnya lagi hingga sulit kujabarkan disini. Dalam hati, aku sendiri bertanya, manakah yang lebih baik antara mereka mereka itu? Sampai kini, aku belum menemukan jawabnya.
Aku sendiri bahkan masih jauh sekali dibanding mereka. Saat ini aku masih berusaha menertibkan sholat tepat waktu. Sholat sunnahku belum setiap hari kulaksanakan. Sholat malamku masih jarang sekali. Bacaan alquranku masih belum selancar para ulama. Aku juga masih harus belajar. Dan justru karena aku belajar, akhirnya aku menganalisa keadaanku dan keadaan orang orang di sekelilingku.
Entah siapa yang lebih baik. Jelas bukan aku. Tapi ada beberapa hal yang ingin kutuliskan. Bagiku, ibadah itu hanya ada dua, yang wajib dan yang sunah. Dan untuk diriku sendiri, aku memprioritaskan amalan wajib dibandingkan amalan sunah. Walaupun sebenarnya amalan sunah sangat dianjurkan untuk menambah pahala. Dan satu hal yang terus kupegang teguh, amalan sunah itu menyempurnakan amalan wajib, bukan menggantikan amalan wajib.