Yippiiiiiiiii, US berakhir! Hahaha XD
Saya disini amat bahagia, meski hari terakhir adalah fisika yang suram T.T harapan hanya ada di matematika, kayaknya cuma itu doang yang memenuhi target, sisanya, failed -______-
Sebenernya, ada satu hal yang saya bingungkan.
Kita tahu bahwa dunia pendidikan saat ini sudah dipenuhi KKN. Ambil saja contoh, ketika menjelang UAS, seringkali guru memberi siswa latihan soal. Sekitar 50 soal. Siswa mengerjakan dan menganggap bahwa hal tersebut memang lumrah adanya.
Tapi, tanpa disadari, ketika hari H ujian, soal-soal ujian tersebut ternyata sama persis dengan soal latihan UAS yang telah diberikan sebelumnya. Nah, apakah ini bisa disebut KKN? Jujur, saya bingung.
Dibilang KKN, tapi siswa mengerjakan soal tersebut sendiri -terlepas dengan cara apa dia mengerjakan. Selain itu, siswa juga tidak tahu-menahu perkara soal tersebut akan keluar saat ujian. Meski faktanya, sekarang siswa juga sudah 'ngeh' dengan sendirinya.
Jadi, bukankah secara tidak langsung, guru di sekolah telah mengajarkan kecurangan? Lantas, sebenarnya apa makna fungsi adanya seorang guru? Dulu ada yang menjawab, bahwa guru mengajarkan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tak beradab menjadi beradab.
Melihat faktanya sekarang, apakah fungsi tersebut masih berjalan di jalur yang benar? Saya rasa tidak, meski tidak semua guru melenceng. Dan memang, kini, faktanya tidak hanya guru yang bersalah, tapi juga siswa. Namun, bukankah siswa mengikuti gurunya? Bukankah pengikut akan mengikuti pemimpin? Jadi, dimana letak kearifan seorang guru sebagai manusia terdidik dan manusia dewasa?
Saya disini amat bahagia, meski hari terakhir adalah fisika yang suram T.T harapan hanya ada di matematika, kayaknya cuma itu doang yang memenuhi target, sisanya, failed -______-
Sebenernya, ada satu hal yang saya bingungkan.
Kita tahu bahwa dunia pendidikan saat ini sudah dipenuhi KKN. Ambil saja contoh, ketika menjelang UAS, seringkali guru memberi siswa latihan soal. Sekitar 50 soal. Siswa mengerjakan dan menganggap bahwa hal tersebut memang lumrah adanya.
Tapi, tanpa disadari, ketika hari H ujian, soal-soal ujian tersebut ternyata sama persis dengan soal latihan UAS yang telah diberikan sebelumnya. Nah, apakah ini bisa disebut KKN? Jujur, saya bingung.
Dibilang KKN, tapi siswa mengerjakan soal tersebut sendiri -terlepas dengan cara apa dia mengerjakan. Selain itu, siswa juga tidak tahu-menahu perkara soal tersebut akan keluar saat ujian. Meski faktanya, sekarang siswa juga sudah 'ngeh' dengan sendirinya.
Jadi, bukankah secara tidak langsung, guru di sekolah telah mengajarkan kecurangan? Lantas, sebenarnya apa makna fungsi adanya seorang guru? Dulu ada yang menjawab, bahwa guru mengajarkan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tak beradab menjadi beradab.
Melihat faktanya sekarang, apakah fungsi tersebut masih berjalan di jalur yang benar? Saya rasa tidak, meski tidak semua guru melenceng. Dan memang, kini, faktanya tidak hanya guru yang bersalah, tapi juga siswa. Namun, bukankah siswa mengikuti gurunya? Bukankah pengikut akan mengikuti pemimpin? Jadi, dimana letak kearifan seorang guru sebagai manusia terdidik dan manusia dewasa?
Begitulah... sikap ketidakkonsistenan dalam mendukung, padahal mereka2 yang bilang
begitu nuntut konsisten para pemain.
Lah wong dia sendiri aja nggak konsisten
#upppsss... jgn sensitive yg merasa
Kesepet? Dulu, waktu awal-awal ngikutin badminton, saya juga kesepet. Banget.
Dan, jadi merasa bersalah. Bener juga sih,kadang emang bikin bete, kalo ada yang bilang misal "Taufik mah abal". Pas Taufik menang, bilangnya "aa Opik yang terbaik". Muke duaaa hahaha :p
Jadi, sejak saya mengerti bahwa olahraga adalah ajang untuk benar-benar fairplay, berarti fans juga harus fairplay.
Kalo atlet idolanya kalah, berarti atletnya emang harus latihan lagi. Dan harusnya, dianya juga tetap mendukung, buka mencaci maki.
Saya juga dulu mikir. Kok, saya jahat banget. Dulu tuh, saya juga bete kadang kalo liat Taufik kalah sama Lin Dan. Pas dipikir-pikir, Lin Dan sebutannya aja Super Dan. Kalo aku yang main, kayaknya dua kali 'love game'. Masih mending Taufik bisa 21-10 juga.
Sebutlah saya sadar, dan tidak mencaci atlet lagi. Lantas, saya juga kesel sama orang-orang kayak saya -yang dulu-, yang mencaci atlet. Soalnya mereka nggak sadar-sadar, padahal udah disepet ribuan kali sama anak BL.
Jadi, disini, saya, meski bosan, tidak henti-hentinya mengajak pada seluruh pecinta bulutangkis khusunya bulutangkis Indonesia untuk tetap setia dan konsisten dalam mendukung atlet dan merah putih tercinta :)
Ayo kita fairplay! Ini olahraga Bung!
Regards,
Menyukai seseorang itu wajarlah ya. Tapi satu pepatah : "ngeceng mah boleh sejuta umat, kalo menikah, cukup satu"
Aneh? Emang sih. Tapi saya sendiri memaknainya, kalo ngeceng, berarti cuma suka, tidak melibatkan perasaan lebih jauh. Kayak cuma liat, terus ganteng, jadinya ngeceng. Dia baik, jadi terlihat ganteng. Dia pinter, jadi terlihat keren. So, nggak usah sakit kan kalo dia jadian juga? :p
Dan, nggak perlu dipikirin gitu, kalo ngeceng 10, emang mau termehek-mehek gara-gara 10 orang? Nggak banget pisan kan? :p
Jadi ya, selama masih muda, ayo ngeceng, ngeceng orang-orang hebat, ganteng, sholeh, pinter, dll, pokoknya yanng bagus-bagus, biar termotivasi :p
Dulu, guru SD saya bilang : "kalo suka sama A, tapi kalah sama A, malu atuh". Hahaha, bodor, bilang gitu ke anak SD, mana didenger :p
Aneh? Emang sih. Tapi saya sendiri memaknainya, kalo ngeceng, berarti cuma suka, tidak melibatkan perasaan lebih jauh. Kayak cuma liat, terus ganteng, jadinya ngeceng. Dia baik, jadi terlihat ganteng. Dia pinter, jadi terlihat keren. So, nggak usah sakit kan kalo dia jadian juga? :p
Dan, nggak perlu dipikirin gitu, kalo ngeceng 10, emang mau termehek-mehek gara-gara 10 orang? Nggak banget pisan kan? :p
Jadi ya, selama masih muda, ayo ngeceng, ngeceng orang-orang hebat, ganteng, sholeh, pinter, dll, pokoknya yanng bagus-bagus, biar termotivasi :p
Dulu, guru SD saya bilang : "kalo suka sama A, tapi kalah sama A, malu atuh". Hahaha, bodor, bilang gitu ke anak SD, mana didenger :p
Aku kira, aku orang baik, ternyata, aku nggak sebaik itu.
Awal Maret. Hari ini daftar undangan. Meski fotonya nggak banget T.T
Tau ga? Hari ini, saya ngerasa......
Apa ya, saya masih pengen ITB, masih, banget. Saya pengen logo gajah itu pada akhirnya bisa nempel di baju saya. Pada akhirnya, saya punya jaket almamater ITB. Yah, nggak banget sih, pengen ITBnya. Tapi saya punya rencana sendiri. Saya tahu batasan mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Kalau kalian bilang saya cuma pengen ITBnya, saya akui itu. Kalian benar. Tapi saya juga punya pertimbangan lain. Saya tahu mana yang ingin saya kejar dan apa yang ingin saya dapatkan. Saya tahu bagaimana mencari tujuan hidup saya secara duniawi.
Singkatnya, masuk ITB bukan saja karena saya ingin label, tapi saya juga mempersiapkan apa yang ingin saya raih. Konyol memang kalau hanya ingin masuk ITB, tapi saya juga tahu ingin jadi apa saya nantinya jika memilih jurusan ini, itu. Dan tentu, jurusan-jurusan itu memang yang saya minati.
Mungkin, semuanya terdengar seperti pembelaan buat tindakan saya. Mungkin. Tapi percayalah, saya punya rencana saya sendiri. Saya bukannya tidak bertindak sepenuh hati. Dan saya bukan orang yang hanya punya plan A. Saya bukan orang yang rela pergi ke negara bagus di Eropa sana hanya untuk masuk universitas yang setara dengan kampus nasional demi gengsi pribadi. Saya punya banyak pertimbangan.
Jadi tolong, jangan pernah bilang bahwa saya tidak sepenuh hati dengan apa yang saya pilih. Saya punya jalan hidup saya sendiri. Dan inilah pilihan saya!
"Bagaimana bisa kita mengharapkan balikan yang penuh jika kita tidak memberi secara utuh"
disarikan dari ucapan Austin Hanafiah
Tau ga? Hari ini, saya ngerasa......
Apa ya, saya masih pengen ITB, masih, banget. Saya pengen logo gajah itu pada akhirnya bisa nempel di baju saya. Pada akhirnya, saya punya jaket almamater ITB. Yah, nggak banget sih, pengen ITBnya. Tapi saya punya rencana sendiri. Saya tahu batasan mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Kalau kalian bilang saya cuma pengen ITBnya, saya akui itu. Kalian benar. Tapi saya juga punya pertimbangan lain. Saya tahu mana yang ingin saya kejar dan apa yang ingin saya dapatkan. Saya tahu bagaimana mencari tujuan hidup saya secara duniawi.
Singkatnya, masuk ITB bukan saja karena saya ingin label, tapi saya juga mempersiapkan apa yang ingin saya raih. Konyol memang kalau hanya ingin masuk ITB, tapi saya juga tahu ingin jadi apa saya nantinya jika memilih jurusan ini, itu. Dan tentu, jurusan-jurusan itu memang yang saya minati.
Mungkin, semuanya terdengar seperti pembelaan buat tindakan saya. Mungkin. Tapi percayalah, saya punya rencana saya sendiri. Saya bukannya tidak bertindak sepenuh hati. Dan saya bukan orang yang hanya punya plan A. Saya bukan orang yang rela pergi ke negara bagus di Eropa sana hanya untuk masuk universitas yang setara dengan kampus nasional demi gengsi pribadi. Saya punya banyak pertimbangan.
Jadi tolong, jangan pernah bilang bahwa saya tidak sepenuh hati dengan apa yang saya pilih. Saya punya jalan hidup saya sendiri. Dan inilah pilihan saya!
"Bagaimana bisa kita mengharapkan balikan yang penuh jika kita tidak memberi secara utuh"
disarikan dari ucapan Austin Hanafiah
Indonesia butuh 2% Entrepreneur (dan 98% Engineer)
Aisar Labibi Romas
Haha, suka banget kata-kata ini. Maybe, one day, I'll be the Engineer and Scientist, amiiiiiiiiiin XP