28 - Pengamat dan Pelaku

By feranlestari - December 11, 2019

Tema : Bebas

8 Desember 2019

Ketika itu aku sedang di angkot M15 menuju stasiun Tanjung Priok. Setelah aku naik, ada seorang penumpang yang turun tak jadi melanjutkan perjalanan. Barangnya banyak sekali.

Di sampingku ada seorang mbak, duduknya miring ngabisin tempat. Cukup membuatku sebal. Karena panas, aku bergeser duduk mendekati jendela yang terbuka, eh Si Mbak ngikut bae. Tambah emosi. Emang nggak bisa dikasih panas, jadi mudah tersulut emosi.

Kemudian, nggak lama Si Mbak nanya "kalau XX (nama tempat) masih jauh nggak ya?". Disitu diriku langsung jleb. Everything makes sense. Ternyata Si Mbak ikut-ikut bergeser tempat duduk karena mau mendekati Pak Supir, sebab Si Mbak nggak hapal jalan. What a jerk I am!

Beberapa menit berlalu setelah kujawab kurang lebih "Kurang tahu ya Mbak". Karena Mbaknya diam saja, dan diriku merasa bersalah, aku tanyakanlah ke Pak Supir, "Pak XX masih jauh nggak ya?"

Jeng jeng jeng, ternyata udah kelewat!

Si Mbak langsung tancap gas "Gimana sih Pak, saya kan udah bilang dari tadi. Marah marah aja sih dari tadi" (fyi, memang Pak Supir sempat marah-marah sih) sambil marah-marah. Si Mbak kemudian turun dan memberikan ongkos angkot dengan gestur sangat marahnya. Setelah itu pun Si Mbak masih jalan kaki dengan mode marah-marah mengumpat Pak Supir.

Pak Supir juga tak mau disalahkan dengan berdalih "Saya kira yang mau ke XX itu yang tadi turun (yang banyak bawaannya tadi itu loh)". Berkali-kali Pak Supir berkata demikian, meski Si Mbak sudah turun dari tadi.

Drama Minggu siang hari. Cukup konyol dan kekanak-kanakan.

***

Saat itu, aku berpikir "apaan sih, masalah sepele doang. Mbaknya juga salah dari tadi nggak ngingetin Pak Supir. Pak Supir juga bukannya nanya kalau memang ingat".

Pop!
Kemudian ia datang!
Penerangan itu!


Kasus pertama, aku sebagai pelaku yang tak peduli orang lain, akhirnya baru menyadari Si Mbak hanya sedang berusaha di tengah ketidaktahuannya.

Kasus selanjutnya, aku sebagai pengamat yang bisa dikatakan tak ikut andil. Hanya melihat, dan kupikir aku mampu melihat dengan lebih tenang dan berpikir jernih, atau setidaknya tidak emosi.

Otakku bekerja cepat, teringat scene di anime Haikyuu, ketika pertukaran pemain Sugawara IN Kageyama OUT. Sugawara bisa mengemukakan strateginya yang terbukti efektif, karena sebelumnya, ia hanya pemain cadangan dan bisa melihat jalannya pertandingan dengan lebih bijak serta menganalisis kelemahan lawan hingga akhirnya menemukan celah untuk mampu menghasilkan poin.

Well, saat itu aku betul-betul menyadari bahwa kita bisa lebih berpikir logis dan melihat secara objektif ketika tidak melibatkan perasaan terlalu dalam. Entah itu karena tidak terlibat langsung, atau memang sudah dalam tahap bisa mengontrol emosi.

Hari ini pun, argumen itu diperkuat dengan membaca statement "Ketika jatuh cinta, seringkali kita dibutakan karena terlalu sayang sama orang. Itulah gunanya curhat sama temen deket, karena dia tetep waras dan berpikir logis" (sumber : @radenrauf twitter).

Manusia memang tempatnya salah dan medan perang antara perasaan dan akal. Semoga diri ini dikuatkan untuk selalu bisa menyeimbangkan keduanya.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments