Hak manusia itu mungkin pada dasarnya tidak terbatas. Mungkin. Tapi manusia itu makhluk sosial. Kita nggak mungkin mampu hidup seorang diri. Maka dari itu, hak kita juga pada akhirnya terbatas, berbatasan dengan hak orang lain.
Contoh sederhana adalah proses antrian. Hak kita memang untuk dilayani secara langsung di loket bus/bioskop/dll. Tetapi, karena sama sama manusia, orang lain pun memiliki hak untuk langsung dilayani, kan? Nah, karena nggak mungkin kan semua orang dilayani bersamaan oleh satu petugas loket, maka disuruhlah untuk antri.
Bukan karena kita bayar maka kita boleh semaunya. Semua itu ada tata kramanya. Kalau nggak mau mengikuti tata krama umum, silakan menjadi hewan. Karena kalau kita manusia, maka gunakanlah akal pikiran (yang membuat kita berbeda dengan hewan) dengan baik dan benar.
Rasanya bahagia ternyata, ketika menyadari kalo aku yang terlalu dini mengambil kesimpulan. Ternyata dia baik loh. Duh, rasanya bahagiaaaaaa :)))))
Hari ini, diakhiri dengan renungan malam tentang pengelolaan uang dan barang. Karena sekarang udah punya duit sendiri, kadang muncul tendensi buat beli ini itu. Kadang memang butuh, tapi ada juga yang laper mata aja. Buku di kosan sudah berapa banyak, yang tamat dibaca baru satu dua. Harus mulai bebenah barang nih.
Ngingetin orang lain itu bukan masalah ngurusin agama orang lah, ngurusin moral orang lah, sok sok suci lah. Atau julukan nggak ngenakin lainnya. Sebetulnya, ngingetin orang lain itu ya biar diri sendiri bisa masuk surga, biar ga ndayus gitu. Orang ndayus kan juga masuk neraka juga. Makanya hey orang orang, mari dipikir ulang ya. Jangan salahin masalah ngingetin orang lainnya, tapi permasalahkanlah metode mengingatkan orang lainnya.
Setelah bekerja, rasanya banyak hal yang berubah. Lingkup pertemanan yang semakin mengecil, kehabisan energi untuk mencoba menyenangkan semua orang (dan akhirnya aku menyerah), hidup terpisah dari orangtua, konflik hidup, dll. Yah, intinya life is about up and down. Tidak selamanya sukses dan tidak selamanya gagal. Akhir akhir ini mulai merasakan gimana sih susahnya hidup, berhubung dulu hidup tuh mudah banget sama orangtua.
Sekarang lagi mencoba memahami hidup. Mencoba menerima kekurangan diri sendiri, menerima kekurangan orang orang sekitar. Karena nggak akan ada satu orang pun yang sempurna. Setiap orang punya sisi baik dan sisi buruk. Dan aku, dulu, mungkin masih sampe sekarang, termasuk yang cukup gampang menjudge orang. Memang nggak kuungkapkan secara verbal, cukup dalam hati. Dan itu melelahkan.
Setelah dapet pelajaran dari video yang dishare di media sosial, akhirnya beneran menyadari, seberapa besar dampak "penggiringan opini". Abis baca sinopsis Pinnochio, juga liat video iklan Thailand, rasanya hidup orang lain bisa hancur dalam hitungan menit, 'hanya' karena asal ngeshare.
Aku bukan orang baik. Aku juga kadang masih asal nebak. Tapi coba deh dipikir ulang. Setiap mikir "ih si ini kok gini ya", coba deh ditimpalin "eh tapi kan aku gatau ya hidupnya dia kayak apa, mungkin aja dia bla bla bla". Setiap hal pasti ada latar belakangnya. Setiap hal yang orang lain lakukan, yang menurut aku ga bener, pasti ada sebabnya. Aku nggak tahu, dan tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya, karena aku tidak mengalami hidup yang mereka jalani. Sekalipun aku merasa paham, sebenarnya tidak, karena tidak menjalani. Rasa itu hanya empati, bukan benar benar tahu bagaimana rasanya.
Cobalah lihat dari sisi lainnya. Jangan memaksakan apa yang kita percaya hingga orang lain juga harus meyakini itu. Seperti ketika mengingatkan orang yang melanggar, gabisa pakai cara keras, harus langsung tobat dan berubah jadi paham. Perlu pendekatan yang bener. Cobalah memahami dari jauh, observe the big picture. Rasanya menyakitkan loh asal dijudge tanpa orang lain mau tahu kenapa kita bisa begini, bisa begitu. Rasanya nggak adil kan.
Jadi, ayo mulai sekarang berpikir ulang tiap kali punya opini. Lihat lebih dekat, cari informasi selengkap mungkin, observasi apa yang kurang sesuai. Jika dirasa ada yang tidak sesuai, silakan diskusikan, bukan asal mendakwa. Jika ada yang salah, silakan diingatkan, tanpa memaksa. Mengingatkan dan memaksakan itu dua hal yang berbeda loh.
Kenapa harus berpikir ulang setiap beropini? Kenapa harus melihat lebih dekat suatu permasalahan? Kenapa harus melihat suatu permasalahan secara runut dan lengkap? Semata mata agar kita bisa hidup damai tentram bahagia. Apa sih yang kita cari dalam hidup, kalau bukan kebahagiaan? Pernah nggak sih ngerasa cape karena mikirin orang yang kita sebelin? Padahal mungkin orang itu tidak salah, hanya kita terlalu dini mengambil kesimpulan. Mari biasakan berpikir masak, matang, dan dewasa. Karena kedewasaan akan mengantarkan kita pada hidup yang lebih baik.