Kapan?

By feranlestari - April 09, 2020

Baru saja membaca mini thread di twitter, sebagai respon atas cuitan seseorang yang merasa Allah tidak adil karena dia tidak lulus SNMPTN padahal sudah beribadah dll.

I know mayoritas kita paham, bahwa orang ini salah paham tentang makna ibadah. Dan mungkin karena saking nyerinya, sampai dia lupa bahwa rejeki Allah tidak pernah salah alamat.

Tapi, that's just the same point that hits me hard. Dulu, kalau aku baca begituan, dengan mudahnya aku merespon 'kurang belajar aja kali ah, lebay'. Kalau sekarang, jadi sering memaklumi hal begituan dan malah jadi deg-degan sendiri.

Setiap orang, punya jatah gagalnya masing-masing.

Ketika SMA, aku dan Hasna pernah mencoba menganalisa hidup kami masing-masing. Sebegitu mulusnya jalan hidup kami sampai keterima SMA 3 lewat SERU3. Kapan jatah gagal itu akhirnya akan datang? Ketika itu, aku dan Hasna sama-sama menargetkan STEI ITB.

Dan akhirnya, kami berdua gagal. Tapi, apakah itu kegagalan yang sebenarnya?

Saat ini, aku dan Hasna justru bekerja di bidang IT, bekerja bersama para lulusan STEI, despite of not graduating from STEI. Sebetulnya, apakah kami gagal?

Kembali ke premis awal, aku jadi deg-degan sendiri. Saat ini, aku sudah tidak berani mendiskreditkan rasa sakit yang dirasakan oleh orang lain.

Tentu orang lain akan berkata, "ya iyalah, hidup kamu kan enak Fer dari jaman dulu kala". Yes! Justru karena aku menyadari bahwa hidupku bergelimang kemudahan, makanya jadi cukup was-was akan adanya hari esok. Takdir apa yang akan mendatangiku?

Justru deg-degan sendiri apakah rasa sakit itu akhirnya akan aku rasakan juga?

  • Share:

You Might Also Like

0 comments