Tik
tik
tik
Putaran masa bertambah tiga detik
Tak
tak
tak
Tiga hitungan kembali berdetak
Tuk
tuk
tuk
Sampai kapan waktuku diketuk?
tik
tik
Putaran masa bertambah tiga detik
Tak
tak
tak
Tiga hitungan kembali berdetak
Tuk
tuk
tuk
Sampai kapan waktuku diketuk?
Sumber: Windows on World |
Judul : Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak
Tanggal rilis : 16 Nopember 2017
Sutradara : Mouly Surya
Penulis naskah : Mouly Surya & Rama Adi
Produser : Rama Adi & Fauzan Zidni
Pemeran : Marsha Timothy, Dea Panendra, Yoga Pratama, Egi Fedly
Durasi : 90 menit
Bahasa : Indonesia
Negara asal : Indonesia
Sinopsis
Suatu hari di sebuah padang sabana Sumba, Indonesia, sekawanan tujuh perampok mendatangi rumah seorang janda bernama Marlina (Marsha Timothy). Mereka mengancam nyawa, harta dan juga kehormatan Marlina dihadapan suaminya, berbentuk mumi, yang duduk di pojok ruangan.
Keesokan harinya dalam sebuah perjalanan demi mencari keadilan dan penebusan, Marlina membawa kepala dari bos perampok, Markus (Egi Fedly), yang ia penggal tadi malam. Marlina kemudian bertemu Novi (Dea Panendra) yang menunggu kelahiran bayinya dan Franz (Yoga Pratama) yang menginginkan kepala Markus kembali. Markus yang tak berkepala juga berjalan menguntit Marlina.
Review
Terutama sekali hal yang membuatku menonton film ini adalah karena film ini santer disebut di twitter. Terlebih dengan pemeran selevel Marsha Timothy, 'ku kira film ini tentu bukan tanpa keistimewaan. Film ini pun tersedia di Netflix. Selagi legal menontonnya, marilah kita sikat.
Film ini terbagi dalam 4 babak, yakni perampokan, perjalanan, pengakuan dosa, dan kelahiran. Sepanjang film ini, perlu diakui bahwa Marlina adalah sosok pemberani. Bagaimana tidak? Ia tinggal sendiri di rumah yang bahkan tanpa tetangga. Para perampok lantas masuk dan melecehkannya. Sungguh terlalu. 'Ku kira Marlina akan membunuh 4 orang berbeda, sehubungan dengan judul film ini, 4 babak. Ternyata, satu pun sudah sulit bukan main.
Film ini terasa lambat, karena mungkin sang sutradara ingin menggambarkan kehidupan yang 'sepi', jauh dari hiruk pikuk ibukota. Tentu saja, film ini bersetting di Sumba yang mana menuju kota saja perlu menumpang truk yang hanya ada setiap satu jam sekali. Vibesnya mirip dengan film Humba Dreams karena mengusung latar tempat yang sama.
Banyak hal yang menggelikan di film ini. Potret masyarakat yang masih jauh dari modernisasi. Ketika melaporkan tindak pemerkosaan tak bisa langsung diproses, atau kepercayaan bahwa ketika bayi tak kunjung lahir menandakan perselingkuhan sang ibu, atau bahkan tindak kekerasan di mana nyawa seolah tak berharga. Dalam hati aku bertanya, "apakah di pedalaman sana, perempuan masih sebatas pemuas nafsu dan mesin beranak?".
Ada sebuah lagu di film ini, yang entah mengapa melodinya terasa menggambarkan potret malangnya hidup Marlina. Ironisnya lagu tersebut selalu dinyanyikan oleh para penyamun biadab. Lagunya dalam bahasa Sumba, btw.
Film ini pada akhirnya cukup happy ending. Setidaknya para penyamun itu hampir lenyap tak bersisa. Tapi, tentu saja yang tinggal tetap merasakan sakit dan trauma, kan? Namun begitu, Marsha Timothy sangat lihai membawakan peran Marlina yang tangguh, pemberani, mandiri, dingin, dan kuat. Pun didukung oleh akting Dea Panendra yang menggambarkan perempuan yang terlihat biasa saja, padahal pada akhirnya berdaya juga.
Akhir kisah pencarian keadilan Marlina dan Novi akhirnya berujung pada penghakiman sendiri. Betul-betul definisi "tak bisa mengandalkan orang lain". Setelahnya, entah apakah Marlina dan Novi dapat hidup bahagia atau tidak.
Setelah menonton film ini, rasanya aku sangat bersyukur terlahir di kota besar. Hidup menjadi lebih mudah. Semoga daerah-daerah pedalaman semakin maju, terakses teknologi, dan semakin modern.
Akhir kata, filmnya bagus sekali mengkritik kehidupan sosial di pedalaman. Dariku untuk film ini: 9/10. Semoga hidup semakin layak dimana pun kita tinggal.
Sumber : AsianWiki |
Judul : Live On
Tahun rilis : 17 Nopember 2020 - 12 Januari 2021
Sutradara : Kim Sang-Woo
Penulis naskah : Bang Yoo-Jung
Pemeran : Hwang Min-Hyun, Jung Da-Bin, Yang Hye-Ji, Noh Jong-Hyun, Yeon Woo, Choi Byung-Chan
Episode : 8
Bahasa : Korea
Negara asal : Korea Selatan
Jenis film : drama remaja
Sinopsis
Baek Ho-Rang (Jung Da-Bin) adalah siswa SMA yang cukup terkenal di media sosial. Meski cantik, Baek Ho-Rang hanya memiliki seorang teman karena sifatnya yang angkuh. Tiba-tiba, seseorang menghubunginya secara anonimus. Dia mengetahui rahasia masa lalu Baek Ho-Rang. Demi melacak orang tersebut, Baek Ho-Rang mengajukan diri menjadi pembawa berita di klub penyiaran sekolah. Di sana, ia bertemu mantan temannya, Ji So-Hyun (Yang Hye-Ji), dan Go Eun-Taek (Hwang Min-Hyun), si ketua klub yang perfeksionis.
Review
Salah satu faktor utama yang membuat aku nonton drama ini adalah, karena cuma 8 episode. Terhitung light drama, seperti Extracurricular. Temanya pun tentang klub penyiaran kan ya, jadi sepertinya seru, karena di Indonesia, jarang kan ada klub penyiaran. Terakhir, karena banyak yang merekomendasikan di twitter, jadi mari kita uji tonton haha.
Untuk kategori 8 episode, alurnya cukup lambat meskipun patut diakui, tidak ada un-faedah filler. Setiap adegannya punya peran ke plot utama, jadi hint, bukan sekadar fan-service. Walaupun alurnya ada sedikit maju-mundur, tapi nggak bikin pusing karena dikemas dengan cukup smooth.
Bicara tentang casts, 'ku akui Jung Da-Bin memang daebak! Setelah sebelumnya sukses membuatku misuh-misuh atas perannya di Extracurricular, Jung Da-Bin sukses menarik simpatiku di drama ini. Ekspresinya aku suka. Sedikit mirip Kim So-Hyun, tapi versi lebih oke. Aku nggak suka sama akting nangisnya Kim So-Hyun, sedangkan nangisnya Jung Da-Bin ini masih oke menurutku, lebih natural.
Hwang Min-Hyun di sini, selain ganteng tentunya, menurutku cukup oke. Aku suka perannya yang perfeksionis. Antara cinta dan pekerjaan, ada profesionalitas di dalamnya hahaha. Akting Choi Byung-Chan juga cukup menarik perhatian. Berakting aegyo hampir di semua adegannya, tapi tidak terkesan lebay dan geuleuh, malah imut-imut aja haha. Sedangkan untuk Yeon Woo dan Yang Hye-Ji, menurutku biasa saja aktingnya, meski karakter tokohnya daebak! Khusus Noh Jong-Hyun, suka banget karakternya karena sangat relate sama diri sendiri. Yuk ah bisa yuk jadi semakin komunikatif! :DDD
Sebetulnya, film ini temanya biasa saja. Sudah pasti tertebak untuk kategori drama remaja. Yang membuatku bertahan menonton sampai akhir, adalah pengemasan alur detail yang apik. Banyak karakter yang ternyata baik. Juga villain yang sungguh tak 'ku kira. Well, manusia itu memang sangat bisa multi peran ya :)))) Walaupun alur lambat, tapi malah nggak berasa, tiba-tiba udah episode 8 haha. Smooth banget sampe 7 jam nggak berasa 😅😅
Core value di drama ini, bukan lain adalah komunikasi, yang tidak henti-hentinya diedukasikan kepada para netizen. Komunikasi itu penting, tapi komunikasi yang tidak dua arah, itu nonsense. Komunikasi yang tidak efektif, tidak akan membuahkan hasil, malah tambah bikin ribet. Tapi, setiap orang butuh menyendiri. Komunikasi adalah cara menjaga jarak dengan memberi ruang agar tak terasa sesak :)))
So, two thumbs up for this drama. Kalo aku sih yes, 8/10 dariku. Semoga semua castnya semakin dikenal dan semakin bagus aktingnya! 😁
Judul : The Dead Returns
Penulis : Akiyoshi Rikako
Tanggal Terbit : Maret 2019
Tebal : 248 halaman
ISBN : 978-602-53858-0-3
Bahasa : Indonesia (terjemahan)
Suatu malam,
aku didorong jatuh dari tebing.
Untungnya aku selamat.
Namun, saat aku membuka mataku
dan menatap cermin,
aku tidak lagi memandang diriku
yang biasa-biasa saja.
Tubuhku berganti dengan sosok pemuda tampan
yang tadinya hendak menolongku.
Dengan tubuh baruku,
aku bertekad mencari pembunuhku.
Tersangkanya, teman sekelas.
Total, 35 orang.
Salah satunya adalah pembunuhku.
Sinopsis
Koyama Nobuo terbangun sebagai Takahashi Shinji setelah sebelumnya mengalami koma selama beberapa hari. Sadar bahwa dirinya-yang-lalu telah tiada, ia bertekad hidup sebagai Takahashi Shinji demi mencari pembunuhnya dengan pindah sekolah ke SMA Higashi.
Semua bermula saat dua bulan lalu, Koyama Nobuo mendapatkan surat di laci mejanya, -yang ia kira dikirim oleh Yoshio, satu-satunya temannya-, bertuliskan "2 September, jam 19:00. Aku tunggu di Tebing Miura Kaishoku". Saat menunggu dan merasakan kehadiran seseorang, tanpa sadar Koyama didorong dari belakang, kemudian Takahashi Shinji berusaha menolongnya. Saat di ambang kematian, Koyama mendengar dering handphone, mars kematiannya.
Bermodalkan ingatan lagu tersebut, 'Takahashi Shinji' memulai pencarian. Ia mengumpulkan alibi seluruh anggota kelas dan kemudian memverifikasinya. Semakin banyak ia menyelidiki, semakin 'Takahashi' kebingungan. Siapa pembunuhnya? Sasaki-kun? Arai-kun? Yoshio? Takahashi? Atau bahkan ibunya dan Sakamoto-sensei?
Review
The Dead Returns adalah novel Akiyoshi Rikako ketiga yang aku baca. Semuanya bergenre crime-mystery-fiction. Tentu saja, aku memang suka tema begini, baik dalam bentuk buku maupun film.
Dengan latar kehidupan SMA, tentu jadi sangat menarik karena masa remaja adalah masa-masa penuh gejolak, labil, dan terlalu berimajinasi. Terlebih dengan latar kehidupan di Jepang yang mungkin banyak tekanan. Kalau di Indonesia masa SMA adalah masa paling menyenangkan, mungkin di Jepang tidak selamanya seindah itu.
Novel ini dinarasikan dengan cara sudut pandang pertama tokoh utama. Ini jadi hal menarik karena pembaca dibawa marah, kesal, bingung, frustrasi, tersentuh, kagum, dll seiring tokoh 'Takahashi' bercerita. Rasanya seperti membaca buku harian.
Sama seperti buku-buku Akiyoshi lainnya, plot twist merupakan hal yang lumrah. Meski begitu, plot twist di novel ini cukup membuatku kagum. Waah, rasanya hangat sekali memahami alasan si pembunuh. Andai ia mau terbuka sebelumnya. Andai saja Koyama bukan otaku yang terabaikan. 'Andai' yang hanya berujung penyesalan.
Menurutku, kelebihan novel ini adalah pengembangan karakter 'Takahashi' yang dijelaskan secara perlahan. Perubahan peran dari Koyama menjadi Takahashi membuat ia menyadari pola interaksinya yang dulu dengan teman-teman sekelasnya. Pengembangan karakternya yang sangat terasa sampai-sampai 'Takahashi' justru mengalami krisis identitas.
Tapi, di sisi lain, aku menemukan dua typo. Satu di bagian blurb, lalu satu lagi di bagian akhir cerita. Sangat minor, tapi buatku yang cukup perfeksionis, cukup geli melihatnya.
Meski mengusung cerita yang tergolong misteri, The Dead Returns tidak mendeskripsikan adegan yang terlalu sadis ataupun vulgar. Namun, kiranya cocok dibaca oleh para siswa-siswi SMA ke atas ya, sebab ada penggambaran kontak fisik yang sepertinya terlalu dini untuk kategori usia SMP.
Rating The Dead Returns menurutku adalah 9/10. Belum mengalahkan Girls in The Dark, tapi lebih punching dari Scheduled Suicide Day :DD
Jadi, siapakah pembunuh Koyama Nobuo?
Akiyoshi Rikako is daebak!!! Wkwkwk
Jadi, ini novel kedua Akiyoshi yang aku baca. Sebelumnya udah pernah baca Girls in The Dark. Dan buat aku yang memang suka cerita dark, buku-bukunya Akiyoshi Rikako ini two thumbs up!
Dari blurb, yang membuat menarik adalah kenyataan hantu bantuin manusia. Waah, sebagai penganut romance, suka aja sama topik begini. Karena pasti nyerempet-nyerempet romance kan (ngarep aja dulu pas beli haha).
Gaya bahasa bukunya keren. Apa ya, walaupun ini novel terjemahan, tapi diksinya oke! Well, dulu sempat bingung mau baca versi English atau Indonesia, tapi akhirnya memutuskan baca versi Indonesia. Selain karena lagi promo, juga karena ada yang bilang, kalau versi Indonesia karena masih sama-sama Asia, jadi bahasanya masih lebih serumpun. So, two thumbs up juga buat penerjemahnya yak!!
Ceritanya oke banget! Sepanjang baca, aku membayangkan gimana sih visual berdasarkan penggambaran karakter Hiroaki di sini. Wiii, pasti ganteng keren gitu, karena mau dengerin kisahnya Ruri. Uuuu, kan ngefans ya. Plus Ruri di sini tuh determinasi sekali (ya namanya juga dendam kesumat yak!). Tapi dari awal 'ku sudah tidak berharap banyak karena ini temanya dark, sudah siap dengan segala plot terburuk. Bahkan mengira-ngira, "bakal se-dark apa nih endingnya?".
Sebagai novel tema dark, sudah barang tentu juga ada plot twistnya. That's the point kan yak. Dan itu yang buat menyenangkan bacanya :DDD Aku sendiri, selalu suka plot twist, jadi sudah menduga-duga sejak awal, bakal plot twist kayak gimana nih?
Daaaan, tebakanku rada melenceng!! Haha. Ada beberapa plot twist di novel ini. Ada yang below expectation, ada juga yang wooooow!!
Perkara plot twist ini, Girls in The Dark menurutku lebih punching dibandingkan Scheduled Suicide Day. Tapi, bukan berarti Scheduled Suicide Day ini less menarik ya. Dua-duanya tetep worth reading. Kalau dirating, buatku Girls in The Dark itu 10/10, sedangkan Scheduled Suicide Day itu 8/10.
Nah, kira-kira gimana akhir kisah Ruri? Apakah di hari Taian selanjutnya dia akan berhasil bunuh diri? You must find out yourself! :DD
Nonton Inuyashiki hanya karena lagi pengen nonton Takeru Satoh wkwkwk. Ternyata oh ternyata, keren juga ya jadi villain gini. Karakternya mirip-mirip Eren, tapi malah ngingetin ke Yagami Light haha.
Menurutku sih LAnya bagus ya (ya iyalah, lagi ngebucin Takeru Satoh mah jadinya bagus-bagus aja 🤣🤣). Tapi ternyata versi LA dan versi animenya beda ya (as always 😅).
Seperti yang disebutin di kebanyakan review, Inuyashiki ini keren karena bikin kita simpatik nggak hanya ke protagonis, tapi juga ke tokoh villainnya. Penonton dibuat terenyuh pas Shishigami balas dendam gara-gara ibunya mati. Kan jadi susah ya mau kesel ke villainnya. Well, life can turns good into bad sih (selain efek yang meraninnya juga TakeSatoh wkwk).
Satu lagi, gini nih film Jepang tuh. Filmnya nggak tema romance, tapi suka php ngasih adegan-adegan romantis abis itu kandas. Why PDnim why??? (Salah server wkwkwk).
Overall, nggak nyesel nonton LAnya walaupun beda sama anime. Worth to watch! ✌✌✌