Ketika nonton 18 Again, banyak hal yang membuat deg diri ini. Episode pertama aja langsung membuat termenung. Iya ya, apa yang ayah dan ibu korbankan ketika harus 'memiliki' aku.
Well, dengan sekian cerita selama proses kelahiran dan sekian operasi setelahnya, tentu saja keputusan 'mengasuh' aku bukanlah hal mudah. Bayangkan, saat itu ayah baru saja lulus sarjana, masih mengontrak, tidak punya banyak tabungan, dan boom! Anaknya lahir prematur, keracunan ketuban, dan dalam kondisi labiognatopalatoschizis.
Menonton 18 Again membawaku kembali pada kesadaran, "ah, tentu saja aku adalah anak durhaka yang masih saja belum bisa membahagiakan orangtuanya". Kasih sayang orangtua yang kadang terasa biasa saja dan terlalu wajar karena dijumpai setiap hari. Sure, I take them for granted. Unaware that it all can be taken anytime.
Aku termasuk orang yang cukup menyukai anak-anak, atau setidaknya aku cukup penyayang terhadap adik-adikku, keponakan-keponakanku. Walaupun tentu tidak setiap waktu aku mampu memenangkan hati mereka. Tapi, menyukai anak kecil dan ingin menjadi seorang ibu adalah dua hal yang berbeda.
Saat ini aku tumbuh melihat perkembangan kakakku yang sedemikian rupa sejak masih anak ingusan sampai detik ini ia memiliki 2 jagoan. And I am afraid I can't be as good as her as a mom.
Semakin aku menyadari betapa buruknya perlakuanku pada orangtuaku, semakin aku khawatir apakah aku sendiri sanggup menjadi orangtua. I'm afraid being hurt or even hurt my childs due to unable to control myself.
Hal lain yang sangat berkesan dari 18 Again adalah ketika Hong Dae Yong menyadari bahwa ia pada akhirnya menjadi sosok ayah yang ia benci. Ia melihat bayangan ayahnya pada dirinya sendiri ketika telah menjadi ayah.
Dan ya, aku khawatir aku pun akan mengalami hal yang sama. Sekaligus menyadari bahwa hal-hal yang aku lihat ada pada orangtuaku, mungkin pada dasarnya memang berawal dari rasa khawatir akan diriku. Ah, tentu saja, aku juga merasakannya saat ini kalau memikirkan masa depan keponakan-keponakanku. Dan belum terbayangkan bagaimana rasanya kelak ketika aku memikirkan masa depan anak-anakku nanti.
Oke oke, selalu saja berpikir terlalu jauh haha. Semoga bisa menjadi anak yang lebih berbakti setiap harinya, dan semoga mampu menjadi orangtua yang baik, kelak jika diqadar memiliki anak.
0 comments